Gunung Ciremai (3.078 MDPL) |
KUNINGAN - Berdasarkan SK Nomor 424/Menhut-II/2004 tanggal 19 Oktober 2004, Menteri Kehutanan menunjuk Kawasan Hutan Pegunungan Ciremai (Balai TNGC) sebagai kawasan taman nasional dengan luas 15.500 hektar. Kemudian, ditetapkan dengan SK Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor 3684/Menhut-VII/KUH/2014 tanggal 8 Mei 2014 tentang Peruntukan Taman Nasional Pegunungan Ciremai seluas ± 14.841,3 Ha yang terletak di Provinsi Kabupaten Kuningan dan Kabupaten Majalengka Jawa Barat.
Selama 17 tahun berdiri, Balai TNGC “berjuang” untuk menjalankan tugas utamanya, yakni melaksanakan kegiatan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
"Tidak mudah untuk mewujudkan pengelolaan kolaboratif kawasan taman nasional, berbarengan dengan mengelola ekologi, ekonomi dan sosial budaya," kata Kabalai TNGC, Teguh Setiawan, dalam agenda Coffee Morning di Aula Kantor BTNGC, Kamis (24/2).
Meski kebijakan akan terus berkembang, namun pihaknya tetap melihat hal yang diutamakan adalah kelestarian kawasan hutan itu sendiri.
Dalam kinerjanya, BTNGC memadukan unsur perlindungan dan pengamanan kawasan bersama perhatian terhadap kondisi ekonomi sosial dan budaya masyarakat sekitar kawasan. Ketiganya jadi pilar yang dijalankan pihak BTNGC sebagai kekuatan kedaulatan masyarakat.
Selama beberapa tahun terakhir, BTNGC sudah melakukan banyak lompatan hasil kerja, seperti diantaranya, untuk mengantisipasi bencana kebakaran hutan Gunung Ciremai, pada tahun 2021 sudah dibuat sepanjang 28,8 km sekat bakar.
"Pada tahun 2021, kegiatan pengamanan dan perlindungan kawasan dengan luasan areal terbakar 0,0375 ha, turun dari tahun 2020 mencapai luasan 27,79 ha," terangnya.
Selain itu, dalam upaya pengendalian kebakaran hutan dan lahan, pihak BTNGC rutin melaksanakan Patroli Fire care Camp bersama para mitra, pemeliharaan sekat bakar, pemadaman dan pengadaan sarana prasarana pengendalian kebakaran hutan dan lahan.
"Untuk kegiatan pengawetan plasma nutfah dengan menghasilkan 3 mikroba berguna yang siap diperbanyak dan manfaatkan bagi petani sekitar kawasan," tambah Teguh.
Berdasarkan hasil analisa Citra Landsat tahun 2021, diterangkannya, tutupan lahan hutan di kawasan TNGC mencapai 80%, mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan tahun 2015 yang mencapai 76%.
Kemudian, Nilai Indeks Keanekaragaman Hayati (H’) hasil Inventarisasi Potensi Kawasan pada tahun 2021 bernilai >3 termasuk kategori “Tinggi” menunjukkan komunitas atau ekosistem kawasan TNGC dalam kondisi stabil dan mantap.
"Kualitas ekosistem yang baik ini tentu memberikan dampak bagi perkembangan populasi key spesies TNGC, " sebutnya.
Pada tahun 2021, untuk Macan Tutul (Panthera
pardus melas) perkiraan jumlah populasi sebanyak 1-4 ekor, untuk Elang Jawa (Nisaetus bartelzi) berjumlah 32 ekor dengan 10 site monitoring dan Surili (Presbytis comata) berjumlah 105 ekor dari 14 site monitoring.
Kegiatan pemanfaatan jasa lingkungan berupa jasa lingkungan air dan wisata alam dengan
fasilitasi kelompok masyarakat menjadi badan usaha koperasi sebanyak 29 kelompok yang terdiri dari 16 kelompok lingkup SPTN Wilayah I Kuningan dan 13 kelompok lingkup SPTN Wilayah II Majalengka.
"Koperasi pengelola wisata alam tersebut memiliki Ijin Usaha Penyediaan Jasa Wisata Alam (IUPJWA) aktif sebanyak 29 koperasi, dimana yang lainnya sedang tahap perpanjangan melalui OSS (One single submission)," ujarnya.
Dari pemegang IUPJWA, sudah ada yang berproses mengajukan Ijin Usaha Penyediaan Sarana Wisata Alam (IUPSWA) sebanyak 4 koperasi. Pemberdayaan masyarakat merupakan bagian dari tindaklanjut pembinaan pemanfaatan kawasan TNGC berbasis lahan pada tahun 2009.
Sampai dengan tahun 2021, jumlah kelompok masyarakat yang telah diberikan bantuan usaha ekonomi produktif sebanyak 76 kelompok dari 38 desa dengan total nilai Rp 2,375 milyar.
Pada tahun 2021, Balai TNGC memfasilitasi 22 kelompok dari 19 desa dengan jumlah biaya mencapai Rp 600 juta yang langsung ditransfer melalui rekening kelompok masyarakat yang meliputi kegiatan pengembangan wisata alam, pengendalian kebakaran hutan dan penanganan kotoran hewan.
Sementara, Anggota Komisi 3 DPRD Kab Kuningan, Sri Laelasari, menyampaikan apresiasi terhadap TNGC atas kerjasamanya dalam penanganan kotoran hewan di Kecamatan Cigugur.
"Kami akan mengajak pemangku kepentingan untuk membantu agar terlaksana dengan baik dan menjadikan inovasi baru untuk pencerahan
yang ingin tahu terkait penanganan kotoran hewan," sebut Sri.
Untuk diketahui, BTNGC sudah membangun percontohan pengelolaan limbah kotoran hewan yang selalu mengganggu lingkungan masyarakat di Blok Lampingkidang Desa Cisantana.
Direncanakan BTNGC akan membangun lagi pengelolaan limbah kotoran hewan di lokasi lain untuk membantu masyarakat. Selain polusi dari air pembuangan limbah, masyarakat kerap mengeluhkan polusi bau tak sedap dari kotoran hewan yang menumpuk.(Nars)