Tak Hadiri Sidang Kode Etik Putusan BK, Nuzul Rachdy Kembali Mohon Maaf Didampingi Ketua MUI - Kuningan Religi

Breaking



Senin, 02 November 2020

Tak Hadiri Sidang Kode Etik Putusan BK, Nuzul Rachdy Kembali Mohon Maaf Didampingi Ketua MUI


KUNINGAN - Hingga pukul 13:30 WIB, Senin (02/11/2020), massa aksi mahasiswa dari IMM, KAMMI dan GMNI Kuningan masih bertahan di halaman gedung DPRD Kuningan. Mereka menunggu proses persidangan kode etik yang digelar BK DPRD dengan agenda putusan hasil persidangan. 

Dari pantauan KR di gedung DPRD, persidangan sempat terhambat dengan ketidakhadiran pihak teradu, Ketua DPRD Kuningan, Nuzul Rachdy. Atas ketidakhadiran pihak teradu itu, sidang sempat diundur selama dua jam lebih. 

Namun kemudian sidang dilaksanakan tanpa kehadiran pihak teradu, Nuzul Rachdi.



Dalam situasi tersebut, ternyata, berdasarkan informasi dari sumber KR, Ketua DPRD Kuningan, Nuzul Rachdy, memang tidak hadir pada persidangan terakhir BK itu. Ia memiliki agenda lain yang sudah direncanakan sebelumnya, yakni bersilaturahmi dengan jajaran Pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kuningan. 

Bertempat di Sekretariat MUI Kuningan, di lantai dasar Masjid Agung Syiarul Islam Kuningan, Nuzul bertemu dengan Ketua MUI, KH Dodo Syarif Hidayatullah. Nampak hadir juga Sekretaris Umum MUI , HM Nurdin dan pengurus MUI lainnya, H Yusron Kholid. 

"Hari ini Saya berkesempatan hadir di Sekretariat MUI ini, karena Saya juga merupakan bagian dari keluarga besar MUI Kuningan. Saat ini Saya didampingi Pak Ketua MUI, " ungkap Nuzul Rachdy pada kesempatan itu.

Dirinya menambahkan, bahwa berkaitan dengan dinamika atau situasi di Kabupaten Kuningan. Ia kembali menyampaikan permohonan maaf, baik secara pribadi dan juga sebagai Ketua DPRD Kuningan, dinamika Kuningan cukup hangat akibat penyampaian statemennya di media terkait diksi limbah.


"Hal itu menimbulkan adanya ketersinggungan dari sebagian warga atau Ummat Muslim Kuningan. Pada intinya, bahwa sama sekali Saya tidak ada niatan sedikit pun diksi limbah yang disampaikan itu untuk melecehkan atau menghina atau membuat ketidaksenangan pondok pesantren dan Ummat Islam, " tandas Zul, sapaannya.

Sebagai seorang Muslim, Zul meyakinkan bahwa tidak mungkin dirinya bermaksud melecehkan sebuah lembaga pendidikan yang menjadi satu pengembangan pendidikan nilai-nilai keIslaman.

"Saya juga memahami, dan menyadari bahwa dalam kesejarahan Republik ini, Kiai, Ulama dan Ponpes itu merupakan satu bagian yang tidak lepas dari perjuangan dalam rangka mewujudkan kemrrdekaan bangsa ini, " ujarnya.

Pesantren menurutnya berada di garda terdepan bersama para pejuang. Bangsa ini. Sehingga tidak mungkin, dirinya sebagai bagian dari pemerintahan yang memahami sejarah, melakukan hal-hal yang disangkakan sebagian orang.

"Namun karena persoalan ini sudah ada dalam penanganan persidangan etik BK DPRD, Saya mempersilakan agar proses ini berjalan sesuai aturan, " ucap Zul.


Ia mengharapkan semua pihak bisa memberikan keleluasaan pada BK DPRD agar mengambil keputusan secara independen. Sehingga, hasilnya akan baik dan diterima oleh semua pihak.

"Saya mohon semua bersabar dan legowo, termasuk Saya sebagai teradu. Untuk menerima semua keputusan BK tanpa ada intervensi dari siapa pun termasuk dari Kami pun tidak pernah mengintervensi hal itu, " tandasnya.

"Kasus ini Saya akui jadi pelajaran buat Saya, yang tadinya tidak biasa kami lakukan, saat ini kami lakukan, termasuk silaturahmi dengan alim ulama, " katanya.



Sebelumnya, diberitakan, Nuzul Rachdy akhirnya direkomendasikan oleh BK DPRD Kuningan untuk turun dari jabatannya sebagai Ketua DPRD pada sidang kode etik putusan BK terkait perkara "Diksi Limbah".

"BK menyatakan Pak Nuzul Rachdy melanggar kode etik sebagai anggota DPRD kemudian merekomendasikan agar Beliau turun dari jabatannya sebagai Ketua DPRD, " kata Dede Ismail, salah satu pimpinan DPRD Kuningan paska selesainya sidang BK, di Gedung Dewan, Senin (02/11) sore. (Nars)