KUNINGAN - Sungguh malang nasib para warga pengungsi terdampak bencana longsor di Blok Cigerut Wetan, Desa Cipakem, Kecamatan Maleber, Kabupaten Kuningan 1 tahun lalu, yang kini tinggal di Hunian Sementara (Huntara).
Selama 1 tahun lebih, kepastian mereka untuk mendapatkan hunian tetap yang dijanjikan pemerintah masih sekedar angan-angan. Mereka hanya bisa pasrah hidup di Huntara yang selalu kesulitan mendapat air bersih.
Ketika kuninganreligi.com menyambangi Huntara Desa Cipakem, Senin (12/08/2019), sebagian warga langsung memberondong wartawan kami dengan keluhan, Padahal, saat itu, kami hanya sedang melakukan liputan penyerahan bantuan hewan kurban dari RWK kepada warga pengungsi.
Sebagian warga yang disepuhkan, kepada wartawan KR, mengeluhkan ingin segera memiliki tempat tinggal tetap yang representatif.
Bahkan, Sekdes Cipakem Armansyah, membenarkan bahwa warganya banyak meminta agar hunian tetap yang dijanjikan pemerintah segera dibangun untuk mereka.
"Nitip Kang, tolong sampaikan keluhan ini kepada yang berwenang, mereka sudah gelisah di sini," kata Armansyah kepada KR waktu itu.
Ternyata, pernyataan Sekdes Cipakem itu memang sesuai kondisi yang kami lihat dan rasakan. Bahkan, dalam postingan akun atas nama Sugiarto El Jallaludin Rummi di media sosial, menyebutkan seorang tokoh masyarakat Cigerut Wetan yang mengeluhkan kondisi warga Huntara saat ini.
Dalam postingan yang diberi judul "KEMANA KAMI HARUS MENGADU?" tersebut, selain mengaluhkan kesulitan mencari pakan rumput di musim kemarau, Tomas tersebut juga bercerita tentang kondisi Warga Huntara Cipakem
"Namun ternyata ada cerita lagi yang memang sangat menghadirkan simpati dan kesedihan, yakni beliau bercerita tentang nasibnya dan juga nasib semua warga di Cigerut yang faktanya mereka adalah korban bencana tanah longsor taun kemarin," tulis postingan tersebut.
Menurutnnya, warga Huntara sempat dijanjikan akan dibangunkan huntap (hunian tetap) oleh pemerintah. Rasa bahagia dirasakan warga saat adanya pertemuan dengan salah satu kementerian yang difasilitasi oleh Pemda Kuningan dalam agenda pembahasan pembangunan huntap tersebut.
Namun entah mimpi buruk apa yang mereka alami saat harus menerima keputusan bahwa apa yang dijanjikan mereka akan dibangunkan rumah dengan perjanjian tinggal menerima kunci atau kata lain telah selesai tapi ternyata nasib berkata lain.
"Dengan alasan keterbatasan anggaran, warga sebanyak 176 KK tersebut hanya diberi bantuan pembangunan rumah dengan nominal 35 juta rupiah dari APBN. Itupun dengan syarat mereka harus membangun sampai 30% proses baru dana bantuan akan dicairkan melalui pihak bank," keluhnya.
Ia menambahkan, bukannya malah kebahagiaan yang didapat saat itu malah kebingungan yang ada, dikala mereka harus membangun dengan biaya sendiri terlebih dahulu. Padahal jelas-jelas mereka dalam kondisi kekurangan atau keterbatasan. (Nars)