SEMANGAT IDUL ADHA MEWARNAI HARI KELUARGA NASIONAL - Kuningan Religi

Breaking



Selasa, 27 Juni 2023

SEMANGAT IDUL ADHA MEWARNAI HARI KELUARGA NASIONAL

 


Refleksi Hari Keluarga Nasional 2023

Oleh : Drs. D. Rusyono, M.Si.


Keluarga yang bijak adalah keluarga yang pandai menghargai dan mengamalkan nilai-nilai luhur sejarahnya, baik yang menyangkut kebangsaan maupun keagamaan, salah satunya adalah momentum Idul Adha, dimana untuk tahun ini jatuh pada tanggal 29 Juni 2023 yang notabene berbarengan dengan diperingatinya Hari Keluarga Nasional. 


Sesungguhnya Kami telah memberikan nikmat yang banyak, maka dirikanlan sholat karena Tuhanmu dan berkurbanlah (QS-Al Kautsar :1- 2). 


Sebagai keluarga yang bermartabat dan yang berakhlak mulia, maka sudah sepatutnya senantiasa mensyukuri atas nikmat yang telah diberikan oleh Allah yang begitu banyak, disertai dengan semangat peduli dan berbagi, yang salah satunya melalui momentum berkurban, sekaligus sebagai upaya penanaman sikap peduli dan berbagi dengan sesama, saling menolong kepada yang membutuhkan, sehingga diharapkan akan lebih meningkatkan sifat-sifat keteladanan keluarga. 


Tentunya termasuk mensyukuri nikmat dua momentum ini di bulan Juni ini (Idul Adha dan Harganas) ini sungguh luar biasa, tentunya tidaklah sebuah kebetulan tetapi semuanya sudah kehendak Allah Swt, skenario Allah, kehendak Allah, maka jadilah. Antara pembangunan keluarga dengan Idul Adha memang dua sisi yang sangat berkaitan, terutama bagi keluarga di kalangan muslim, karena sama-sama merupakan upaya untuk menanamkan nilai-nilai luhur dalam jiwa yang kuat, yang peduli dan berbagi baik untuk di lingkungan keluarga terlebih di masyarakat. 


Apabila menilik kedua momen tersebut sungguh sarat dengan nilai-nilai luhur religi yang berpadu dengan keberadaan atau eksistensi seluruh umat Islam yang terhimpun dalam keluarga-keluarga yang merupakan unit terkecil dalam masyarakat sebagai garda terdepan dalam segala proses kehidupan dan penghidupan. 


Dimensi Sejarah Idul Adha merupakan salah satu peristiwa religi yang memiliki akar sejarah yang berasal dari kisah Nabi Ibrahim. Dalam Al-Qur’an diceritakan Allah menguji ketaatan/kesetiaan Nabi Ibrahim lewat sebuah mimpi yaitu dengan perintah untuk mengorbankan putranya Ismail dengan cara disembelih. 


Adapun bunyi lengkapnya sebagai berikut Ibrahim berkata; “Wahai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu, maka pikirkanlah apa pendapatmu?” (QS AsSaffat : 102). 


Singkat cerita, setelah Nabi Ibrahim menceritakan perihal mimpi tersebut yang notabene sebagai perintah Allah, dan Ismail pun menerimanya dengan kesiapan yang tulus, maka tanpa ragu, dengan ucapan yang lugas Ismail menjawab seperti berikut “Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu, insya Allah S engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar”. Kemudian Nabi Ibrahim pun bersegera untuk melaksanakan penyembelihan. Dan ketika penyembelihan itu akan berlangsung, maka Allah Swt menggantinya dengan seekor domba yang besar (gibas), dan Allah sangat menghargai ketulusan dari seorang Ibrahim terhadap perintah Allah. 


Dari kisah tersebut dapat diambil hikmah/pelajaran yang bernilai luhur yakni sebuah keteguhan, kesetiaan/ketaatan atas perintah Allah yang bernilai ibadah dan pahala tinggi. Dan Allah pun dengan sifatnya yang Maha bijaksana, maka bentuk realisasinya digantikan dengan obyek yang lain (seekor domba), dan Allah sendiri dengan hak perogratifnya tidak lebih hanya bersifat menguji ketaatan saja dari hambanya. 


Oleh karena itu salah satu buah dari peristiwa tersebut Nabi Ibrahim mendapat gelar kehormatan sebagai orang yang berbuat ihsan. Sementara pada pembangunan keluarga, yang tidak lepas dari Hari Keluarga di dalamnya, tidak lain adalah merupakan perwujudan dari betapa pentingnya lembaga keluarga dalam mewujudkan keluarga yang sakinah mawadah warahmah atau bahagia dan sejahtera. Hari Keluarga sendiri lahir terinspirasi dari aspek perjalanan keluarga, yaitu tentang sejarah perjuangan kemerdekaan yang tentunya di dalamnya melibatkan keluarga/masyarakat/rakyat. 


Seperti dimaklumi bahwa, pasca kemerdekaan RI 1945, kondisi negara masih mengalami berbagai goncangan, sehingga kondisinya pun tidak kondusif, yang akhirnya diberlakukan wajib militer (wamil) bagi rakyat, yang tentunya menjadikan mereka harus berpisah dengan keluarganya. 


Selanjutnya setelah melalui perjuangan yang gigih (dikenal dengan masa Agresi II 1949), Belanda menyerahkan sepenuhnya dan secara utuh kedaulatan Indonesia, dan seminggu kemudian setelah itu, tepatnya tanggal 29 Juni 1949 para pejuang kembali kepada keluarganya masing-masing, maka tanggal tersebut dijadikan tonggak sejarah sebagai dasar Hari Keluarga Nasional (Harganas), yang kemudian secara yuridis formal mendapat legalitas melalui Keputusan Presiden Nomor 39 Tahun 2014, sehingga tanggal 29 Juni ditetapkan sebagai Hari Keluarga Nasional (HARGANAS) dan bukan hari libur. 


Adapun Hari Keluarga mulai dicanangkan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 29 Juni 1992 di Provinsi Lampung sebagai Harganas yang pertama. Semangat Idul Adha diantara Fungsi dan Pilar Keluarga Sebagaimana di atas bahwa semangat berkurban, peduli dan berbagi harus menjadi motivasi dan inspirasi bagi seluruh umat manusia terutama bagi muslim dalam ikatan keluarga. 


Sebagai unit terkecil dalam masyarakat akan mengawali segala tindak tanduk, adab dan ilmu berawal dari lingkungan keluarga dan akan berakhir/bermuara kepada keluarga juga masyarakat (Undang Undang No.52/2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga). 


Dalam keberadaannya peran/fungsi dari keluarga tersebut (dari UU 52/2009), selanjutnya dikemas melalui program Pembangunan Keluarga, Kependudukan dan Keluarga Berencana (Bangga Kencana), serta dilengkapi pula dengan pola pemeranan dalam bentuk Fungsi Keluarga yang terdiri dari Fungsi Agama, Pendidikan, Kesehatan (Reproduksi), Cinta kasih, Ekonomi, Sosial-Budaya, Perlindungan dan (Pelestarian) Lingkungan. Kemudian secara tataran implementasinya, terutama pada fungsi agama, dapat dilakukan melalui pengejawantahan tentang Filosofi 165, dimana angka satu (1) merupakan ihsan, yaitu harus berkeyakinan bahwa Allah hadir atau memperhatikan seluruh umat-Nya setiap saat tanpa henti. 


Kemudian angka enam (6) sebagai simbol dari Enam Keyakinan yang harus dimiliki/diyakini dan mendasari kehidupan setiap insan/keluarga muslim yang dikenal dengan Rukun Iman, yakni yakin/percaya dan beriman kepada Allah, adanya para Malaikat, adanya Nabi/Rasul sebagai utusan Allah, Kitab Allah (Al-Qur’an dan termasuk Kitab2 sebelumnya), Hari Akhir/Kiamat dan takdir Allah. Selanjutnya dari enam (6) Keyakinan tadi, diimplementasikan melalui Lima (5) Kewajiban yang harus/wajib dilakukan oleh setiap individu/keluarga/masyarakat/umat muslim yang telah aqil balig, yakni meliputi kewajiban Bersyahadat, Shalat 5 waktu, Puasa Ramadhan, Berzakat dan ibadah haji ke Tanah Suci Mekkah (bagi yang mampu/telah nisab), semua itu tentunya dibarengi dengan berbagi tuntunannya masing-masing baik yang bersifat wajib maupun yang sunnah sebagai pendukung/pelengkap/nilai tambah dari yang wajib/ fardhu. 


Pada sisi lain agar lembaga keluarga sebagai pelaksana kewajiban (tugas, Fungsi/pemeranan) yang dikenal dengan Pilar Pembangunan Keluarga, maka keluarga harus menjadi tempat berkumpul seluruh anggotanya (reunting), juga sebagai tempat berinteraksi diantara sesama anggota keluarga (interacting), kemudian harus saling berbagi (carrying) serta menjadi tempat/wadah pendukungan/penguatan (empowering) disesama anggota keluarga. Selanjutnya bagaimana korelasi antara keberadaan keluarga dengan nilai-nilai pengorbanan, semangat peduli dan berbagi dengan sesama, maka secara sederhana dapat disampaikan dalam bentuk sebagai berikut : 


Bahwa setiap manusia terlebih dengan yang seiman adalah bersaudara antar satu dengan yang lainnya, ibarat satu kesatuan tubuh, apabila ada bagian yang sakit/bahagia, maka bagian yang lainpun secara keseluruhan ikut merasakannya. Juga harus senantiasa peduli dengan saudara atau lingkungan di sekeliling kita, disertai semangat berbagi dengan yang membutuhkannya. 


Itulah hakikat berkurban, bukan berarti harus selalu dalam wujud berkurban hewan/ternak, tapi termasuk dalam sifat, sikap dan semangat ketaqwaanpun tidak kalah pentingnya, karena agama Islampun menegaskan bukan daging kurban yang sampai kepada Allah tapi ketaqwaan dari nilai-nilai luhur berkurban yang senantiasa sampai dan akan dibalas dengan pahala. Jadi apabila dikaitkan dengan fungsi maupun pilar keluarga semua aspek di dalamnya dapat dijadilkan lahan amal/ibadah yang bernilai pahala di hadapan Allah Swt, dengan catatan dilakukan secara jujur dan ihlas. Itulah indahnya Islam, indahnya berbagi. 


Akhirnya selamat Hari Keluarga Nasional 29 Juni 2023 dan Hari Raya Idul Adha 1444 H/2023 M. Semoga Allah Swt senantiasa memberkahi seluruh Keluarga Indonesia dan Seluruh Umut Muslim Dunia. Begitulah pentingnya peran keluarga dalam multi aspek dan multi sektor yang telah begitu lengkap diatata, diatur baik secara agama maupun darigama, sehingga akan sangat menentukan dalam keberhasilannya, karena semuanya akan “berawal dari keluarga dan bermuara kepada keluarga”. 


Akhirnya selamat ber Hari Keluarga Nasional 29-6-2023, semoga keluarga Indonesia menjadi keluarga yang tangguh, berperilaku karimah dan bermartabat atau dengan kata lain Sakinah Mawadah Marahmah, terlebih Harganas tahun 2023 ini diwarnai dengan semangat Idul Adha atau Idul Qurban, sebagaimana untaian pantun di bawah ini yang menutup tulisan ini; Ke Cisaga naik Bis Bahtera, Ketemu pa haji lengkap bersorban. Semoga keluarga Indonesia menjadi sejahtera yang senantiasa senang berbagi dan berkurban. ***

(Penulis adalah anggota Juang Kencana, Puspaga Kab. Kuningan dan mengajar pada STIKes Kuningan)