![]() |
Ketua Pagar Akidah Kuningan, Dadan Somantri Indra Santana |
KUNINGAN - Salah seorang aktivis yang ikut dalam aksi dorong sepeda motor untuk menolak kenaikan harga BBM pada Senin (19/9) kemarin, Dadan Somantri Indra Santana, mengaku tidak sependapat dengan alasan tiga anggota DPRD Kuningan yang menolak membubuhkan tanda tangan pada berkas tuntutan Gerakan Masyarakat Melawan pada aksi tersebut.
Apalagi, alasan tersebut, yang diketahuinya dari tampilan video di kanal YouTube Kuningan Religi, mengatakan ada poin' tuntutan GMM yang dinilai Inkonstitusional.
Menurut pria yang juga menjabat Ketua Ormas Gerakan Akidah (Gardah) Kabupaten Kuningan ini, ketiga poin tuntutan / pernyataan sikap massa aksi GMM adalah hasil musyawarah semua komponen yang tergabung pada aksi yang digelar di halaman gedung DPRD Kabupaten Kuningan itu.
"Kalau menurut Saya, aksi unjuk rasa kemarin itu sudah sangat konstitusional. Untuk pertanyaan sikap pada poin tiga yang katanya Inkonstitusional tersebut menurut Saya adalah sah-sah saja. Itu kan pernyataan atau aspirasi masyarakat, di negara demokrasi," katanya, saat ditemui Rabu (21/9).
Menurutnya pernyataan sikap dari massa aksi GMM adalah sebuah bentuk kepedulian terhadap masyarakat saat ada kebijakan pemerintah yang memberatkan masyarakat. Dan kondisi ini, imbuhnya, saat ini terjadi secara nasional.
Ketika masyarakat menyampaikan aspirasi ke DPRD dengan tuntutan apapun, kata Dadan, adalah sebuah hal yang dibenarkan dan dilindungi konstitusi.
"Harus jelas dulu apanya yang Inkonstitusional, kalau menurut Saya sebuah tuntutan masyarakat adalah sah-sah saja. Justru saat DPRD enggan menerima dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat, ini yang Inkonstitusional," tandasnya.
Fungsi DPRD, kata Dadan, menurut konstitusi adalah menerima, menampung dan menindaklanjuti aspirasi dari masyarakat.
"Malah jadi pertanyaan besar, saat mereka enggan menerima aspirasi massa ini. Meskipun ada poin' yang mereka tidak sependapat, tetap harus diterima aspirasinya," ujarnya.
Adapun, soal nanti apakah aspirasi itu akan direalisasikan oleh pemerintah atau tidak, sebut Dadan, hal itu bukan kewenangan anggota DPRD yang menerima aspirasi tadi.
Lembaga legislatif, ujarnya, hanya berkewajiban menyampaikan apa yang jadi unek-unek atau tuntutan masyarakat kepada pemerintah atau pihak yang dituntut.
"Sekali lagi Saya jadi penasaran kenapa mereka menuding (tuntutan) kami Inkonstitusional. Ini perlu tabayun, Insya Allah besok Saya akan menemui Ketua DPRD," kata Dadan lagi.
Untuk diketahui, pada aksi Gerakan Masyarakat Melawan Kuningan, Senin (19/9) kemarin, hanya ada dua anggota DPRD yang mau ikut menandatangani berkas tuntutan massa terhadap penolakan kenaikan harga BBM.
Mereka adalah Deki Zaenal Mutaqin (F-Gerindra) dan Ikhsan Marzuki (F-PKS) yang mengaku siap mengawal aspirasi massa untuk disampaikan kepada pemerintah pusat.
Sedangkan 3 anggota DPRD Kuningan lainnya yang hadir di tengah-tengah massa, Nuzul Rachdy (F-PDIP), Saw Tresna Septiani (F-Golkar) dan Saldiman Kadir (F-Demokrat), enggan menandatangani berkas tersebut.
Alasan ketiganya enggan mendatangani tuntutan massa ini adalah karena mereka menilai ada poin tuntutan massa yang Inkonstitusional.
Pada poin ketiga dari tuntutan tersebut, yang jadi ganjalan mereka adalah adanya kalimat "jika pemerintah tidak bisa mengembalikan harga BBM seperti semula, maka Presiden wajib bertanggung jawab dengan mundur dari jabatannya".
"Mewajibkan presiden mundur dari jabatannya di tengah-tengah presiden menjabat, ini kan inkonstitusional," tegas Nuzul Rachdy, yang juga Ketua DPRD Kuningan ini, saat ditanya wartawan kenapa Ia tidak menandatangani tuntutan massa. (Nars)