Bus rombongan Apdesi Kuningan tiba di Jakarta, Kamis (16/12) pagi dan spanduk Desa menggugat (KR) |
KUNINGAN - Ratusan kades dan perangkatnya dari Kabupaten Kuningan dikabarkan berangkat ke Istana Negara di Jakarta, pada Rabu (15/12) malam. Mereka akan bergabung dengan ribuan anggota Asosiasi Pemerintahan Desa Seluruh Indonesia (APDESI) lainnya untuk melakukan aksi damai di depan Istana Negara.
Diterbitkannya Peraturan Presiden Nomor 104 Tahun 2021 yang di dalamnya mengatur penggunaan dana desa membuat para Kepala Desa dan perangkatnya kebingungan.
Malah dalam spanduk yang beredar para kades se-Indonesia ini akan menggugat Presiden terkait dikeluarkannya Perpres tersebut.
Dalam sebuah video yang beredar, rombongan Kades dan perangkatnya dari Kuningan sudah tiba di Jakarta pada Kamis (16/12) pagi ini. Mereka, dikatakan, berangkat dengan menggunakan 19 bus. Dari daftar jumlah peserta aksi yang diterima kuninganreligi.com, rombongan asal Kuningan ini berjumlah 1300 orang. Namun jumlah tersebut belum terkonfirmasi kebenarannya, karena ada perangkat desa yang berencana berangkat, tidak jadi karena ada keperluan lain.
Ketua APDESI Kuningan, Linawarman SH, saat berbincang dengan media membenarkan APDESI Kuningan ikut ambil bagian dalam aksi Kades yang digelar siang ini di Istana Negara Jakarta.
Aksi digelar, menurutnya, karena adanya hak-hak otonomi dan kewenangan desa kini cenderung diambil alih dan tetap diatur oleh pemerintah pusat.
Tidak hanya itu, pagu Dana Desa dan alokasinya, baik besaran maupun peruntukannya kembali diatur Pemerintah Pusat melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 104 tahun 2021 tentang rincian APBN tahun anggaran 2022 ini.
Diterangkan Linawarman, dalam Perpres itu ada pasal yang sangat memberatkan kedaulatan dan kewenangan desa.
"Kami setuju adanya alokasi BLT dan penangan COVID-19. Tapi tidak dipresentasikan dari pusat, harusnya disesuaikan kebutuhan desa, " katanya.
Dalam keterangan lain, Kepala Desa Susukan, Toto Ciptarasa, menambahkan bahwa keadaan setiap desa itu berbeda-beda.
"Sebenarnya program PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional) itu tepat. Asal desanya bisa menggali potensi yang tepat dan prospeknya bagus. Tapi menurut saya tidak mengesampingkan juga BLT DD, " ujarnya.
Ia berpendapat, kalau mengacu kepada Pepres yang diatur sekarang, 40 persen DD untuk BLT, mungkin kebanyakan pemanfaatannya hanya konsumtif.
"Jadi di situ perbedaan masing-masing desa, tapi kalau diatur harus 40 persen persepsinya kemungkinan sama, " sebut Toto.
Sementara, dari keterangan Ketua Parade Nusantara (organisasi perangkat desa di Indonesia) menyebutkan juga bahwa kebingungan para Kades ini timbul karena di hari yang sama, minggu, bulan dan tahun yang sama, ada keputusan dan instruksi dari dua unsur Pemerintah Pusat yang sama - sama merasa berkuasa atas Desa seluruh Indonesia ,tetapi instruksinya berbeda .
Hal ini membuat Aparatur Pemerintah Desa selaku pengguna anggaran Dana Desa (DD bingung, kaget dan ternganga seperti mau pecah kepalanya .
Parade Nusantara melihat tidak adanya koordinasi antara Menteri dan Presiden akibat adanya dobel instruksi tersebut.
" Presiden menerbitkan Perpres No.104 Th 2021 yang didalam salah satu pasalnya mengatur penggunaan Dana Desa (DD) Tahun Anggaran (TA) 2022," kata Sudirman Santoso, Ketua Parade Nusantara.
Dalam Perpres tersebut, imbuhnya, ada aturan bahwa program perlindungan sosial berupa BLT Desa paling sedikit 40 % . Kemudian, ada lagi terkait program ketahanan pangan dan hewani paling sedikit 20 %.
" Aturan lainnya di Perpres ini adalah adanya dukungan pendanaan penanganan Corona Virus Desease 2019 ( Covid 19 ) paling sedikit 8 % dari Alokasi Dana Desa setiap Desa, " papar dia.
Sementara di lain pihak, Menteri Desa dan PDTT telah juga menegaskan bahwa Dana Desa, maksudnya DD Tahun Anggaran 2022 , diprioritaskan untuk capai SDGs Desa .
"Ini yang membuat para Kades bingung, mereka harus nurut Presiden atau Menterinya. Karena tidak bisa melaksanakan keduanya secara bersamaan. Jika tidak dilaksanakan mereka takut akan sanksi yang mengintainya, " tandas Parade Nusantara. (Nars)