KUNINGAN - Polemik rencana penyadapan getah Pinus (Pinus merkusii) di kawasan Balai Taman Nasional Gunung Ciremai terus berlanjut. Setelah ada dorongan kepada TNGC dari 24 Kelompok Tani Hutan yang ingin segera dibuka kawasan tradisional di kawasan BTNGC, pihak yang kontra penyadapan akhirnya membuat petisi.
Terpantau, dalam sebuah web penayang petisi, change.org, akun bernama fkpak membuat petisi berjudul "Tolak Pengkondisian Penyadapan Getah Pinus di Kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai" pada Senin (28/3) kemarin.
Hingga Selasa (29/3) pukul 13:30 WIB petisi ini telah menarik lebih dari 1.800 warganet untuk membubuhkan tandatangan.
Pada petisi tersebut, pembuat menuliskan bahwa kawasan Gunung Ciremai merupakan kawasan yang memiliki ekosistem yang relatif masih utuh dengan tipe hutan dataran rendah hingga hutan hujan pegunungan sehingga di dalamnya masih terdapat vegetasi hutan alam primer.
"Gunung Ciremai menyimpan keanekaragaman hayati yang tinggi, baik keanekaragaman flora maupun fauna. Gunung ciremai juga merupakan habitat bagi tumbuhan langka seperti Lampeni (Ardisia cymosa) dan Kandaca (Platea latifolia) serta satwa langka dan dilindungi seperti Macan kumbang (Phantera pardus), Kijang (Muntiacus muntjak), Landak (Zaglossus brujini), Surili (presbytis comata), " tulis petisi ini.
Baca juga:
Disebutkan juga bahwa di dalam kawasan hutan Gunung Ciremai terdapat berbagai jenis burung termasuk burung dilindungi seperti Elang Jawa (Spizaetus bartelsii) dan berbagai jenis reptil seperti Ular sanca (Phyton sp.) juga dapat dijumpai pada kawasan ini.
Selain itu, Kawasan Ciremai juga merupakan daerah resapan air bagi kawasan di bawahnya (mencakup 4 kabupaten/kota), daerah hulu beberapa sungai penting di Kabupaten Kuningan, Majalengka dan Cirebon.
" Beberapa mata air ini dimanfaatkan untuk kebutuhan masyarakat, pertanian, perikanan, suplai PDAM, dan industri," kata petisi ini.
Menurut fkpak, Gunung Ciremai juga memiliki potensi ekowisata seperti panorama alam yang indah, keindahan air terjun (seperti Curug Sawer dan Curug Sabuk), tempat menghasilkan hasil hutan non kayu (seperti tumbuhan obat, budidaya lebah madu dan kupu-kupu), situs budaya, dan sangat potensial untuk penelitian dan pendidikan, sehingga keberadaannya perlu dilindungi dan dilestarikan.
"Untuk menjamin serta memaksimalkan perlindungan dan pelestarian maka Kawasan Hutan Gunung Ciremai melalui Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: Sk.424/Menhut-Ii/2004, Kawasan Hutan Gunung Ciremai di tetapkan menjadi TAMAN NASIONAL GUNUNG CIREMAI," tulisnya lagi.
Baca juga:
Diterangkan, sebelum menjadi Taman Nasional Gunung Ciremai, kawasan Gunung Ciremai merupakan Kawasan Hutan Lindung dan Kawasan Hutan Produksi yang dikelola oleh Perum Perhutani dengan tanaman pokok Pinus (Pinus merkusii) pada Kawasan Hutan Produksi.
Pinus (Pinus merkusii) sebelum mencapai siklus tebang, maka oleh Perum Perhutani dilakukan Penyadapan Getah yang tenaga penyadapnya didatangkan dari Jawa Tengah. "Hampir tidak ada masyarakat sekitar Kawasan Gunung Ciremai yang menjadi penyadap getah, menggantungkan hidupnya pada kegiatan penyadapan getah pinus," sebutnya.
Sehingga pada saat berubah menjadi Taman Nasional Gunung Ciremai tidak ada konflik mengenai kegiatan penyadapan getah seperti yang terjadi pada Taman Nasional Gunung Gede Pangarango (TNGGP) atau Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS).
"Sayangnya ditengah kerja keras berbagai pihak dalam usaha melestarikan Kawasan Tulis petisi ini lagi, Taman Nasional Gunung Ciremai, tiba-tiba pada bulan Nopember 2021 PT. Rimba Sarana Digdaya (PT. RINAYA) mengadakan pertemuaan dengan berbagai pihak dalam rangka Sosialisasi Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat melalui Kegiatan Penyadapan Getah Pinus di Kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC).
"Dan walaupun pada pertemuan tersebut ada beberapa pihak yang menyatakan keberatan dan menolak kegiatan penyadapan getah pinus di Kawasan TNGC ternyata tidak membuat PT. Rinaya patah semangat dan menghentikan keinginannya," ujar petisi ini.
Disebutkan lebih lanjut, PT. RINAYA terus berupaya agar keinginannya bisa terlaksana dengan cara mempengaruhi masyarakat agar setuju dengan rencana mereka dan hasilnya pada bulan Desember 2021, 22 Kelompok Tani Hutan (KTH) dari 22 desa penyangga Kawasan TNGC yaitu 11 KTH dari wilayah Kabupaten Kuningan dan 11 KTH dari wilayah Kabupaten Majalengka mengajukan proposal ke Balai TNGC untuk mendapatkan ijin melakukan kegiatan Penyadapan Getah Pinus pada Kawasan TNGC.
Sebagai catatan, desa penyangga Kawasan TNGC berjumlah 54 desa, 31 desa wilayah Kabupaten Kuningan, 22 desa wilayah Kabupaten Majalengka dan 1 desa wilayah Kabupaten Cirebon.
Baca juga:
Dan hanya berdasarkan keinginan sebagian kelompok masyarakat ini (tanpa pertimbangan bahwa selama ini tidak ada keinginan/keterlibatan masyarakat dalam kegiatan penyadapan getah pinus, tanpa pertimbangan keinginan masyarakat ini muncul dari hasil pengkondisian yang masif oleh PT. RINAYA, tanpa pertimbangan resiko kerusakan lingkungan akibat penyadapan getah pinus).
Balai TNGC sekarang ini tengah berproses mereview Zonasi dan kemungkinan besar akan ada penambahan Zona Tradisional pada TNGC untuk mengakomodir pemungutan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) berupa getah pinus. "Padahal kita pahami bersama bahwa kalau penyadapan getah pinus pada kawasan TNGC diijinkan, maka beberapa hal pasti akan terjadi," ujarnya lagi.
Ada 9 poin yang disebutkan akan terjadi, diantaranya, penguasaan (pengelolaan) PT. RINAYA di dalam kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai dengan mengatasnamakan pemberdayaan masyarakat, justru akan berpotensi adanya penguasaan sumber daya publik dan privatisasi (pengklaiman perseorangan) atas lahan di dalam kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai.
Kemudian, pohon pinus yang disadap disebutkan akan mudah roboh sementara tanaman penganti belum mapan atau belum ditanam.
Ketiga, dikatakan, pencemaran yang disebakan oleh ceceran getah pinus akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman pengganti yang sudah ada dan mengurangi kesempatan tumbuh untuk tanaman pengganti yang akan ditanam.
Lalu, pencemaran yang disebakan oleh cairan H2SO4 yang dipakai sebagai perangsang keluarnya getah dalam jagka panjang akan berpengaruh terhadap lingkungan sekitar termasuk air, tidak menutup kemunkinan juga mempengaruhi pertumbuhan tanaman pengganti yang sudah ada dan mengurangi kesempatan tumbuh untuk tanaman pengganti yang akan ditanam.
"Terbukanya lantai hutan dan pemadatan tanah akibat jaringan jalan angkutan getah menyebabkan berkurangnya air yang terserap kedalam tanah," tulis petisi ini.
Kemudian, disebutkan, banyaknya aktifitas masyarakat dan sibuknya lalu lintas pengangkutan getah akan membutukan pengawasan yang ekstra dan pasti akan mengganggu satwa dan komponen lainnya yang ada di dalam kawasan.
Poin ketujuh, resiko kebakaran hutan akan menjadi semakin besar, baik kebakaran lantai hutan mapupun kebakaran tajuk, dan akan semakin sukar dalam usaha pemadaman karena adanya getah pinus.
Penyadapan Pinus juga dikhawatirkan, berpotensi terjadinya konflik yang berkepanjangan seperti yang terjadi pada Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi dewasa ini.
"Yang terakhir, ini memungkinkan terbukanya bisnis komoditi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) yang akan merambah ke zona lainnya, dan pada gilirannya TNGC akan berubah dari kawasan hutan konservasi menjadi kawasan hutan produksi," papar petisi.
Disamping itu, apabila ada Zona Tradisional pada Taman Nasional Gunung Ciremai akan memicu munculnya berbagai kegiatan pemberdayaan masyarakat karena merujuk Perdirjen KSDAE Nomor: P.6/KSDAE/SET/Kum. 1/6/2018 TENTANG PENTUNJUK TEKNIS KEMITRAAN KONSERVASI PADA KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM yang bisa tanpa kendali dan pada akhirnya dapat mengacam kelestarian Kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai. Padahal, sebagai kawasan konservasi meskipun berdasarkan ketentuan yang ada aspek pemanfaatan untuk beberapa sumberdaya dapat dilaksanakan, tetapi prinsip-prinsip kelestarian harus diutamakan.
Berdasarkan paparan di atas, maka fkpak, menuntut kepada Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Dirjen Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistem, Gubernur Provinsi Jabar, Bupati Kuningan, Bupati Majalengka, dan Kabalai TNGC untuk menolak/tidak mengijinkan kegiatan penyadapan getah pinus pada Kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai.
Juga untuk menghentikan semua proses yang sedang dilakukan dalam rangka menghadirkan zona tradisional pada Kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai.(Nars)