![]() |
Tokoh masyarakat perantauan asal Kabupaten Kuningan, H Atang Sugiono |
KUNINGAN - Pulang ke kampung halaman, seorang tokoh perantauan asal Kabupaten Kuningan, menyayangkan adanya fenomena Gagal Bayar atau utang Pemda Kuningan yang terus bergulir.
Meski tahu adanya masalah Gagal Bayar Pemda Kuningan pada tahun anggaran 2022 ini dari berbagai pemberitaan media massa, mantan Ketua PBSI Kuningan ini, akhirnya mau buka suara saat ditanya wartawan.
Ditemui di Jalaksana, Selasa (07/02/2023), Atang menyebutkan, inti dari permasalahan terjadinya Gagal Bayar Pemkab Kuningan ini adalah di perencanaan keuangan.
"Tanpa bermaksud menyalahkan siapapun, karena masalah ini sudah bergulir, intinya adalah di perencanaan. Eksekutif harus profesional," terangnya.
Kalau melihat dari prosesnya, imbuh pria yang sempat mau maju di Pilkada Kuningan ini, masalah Gagal Bayar dimulai dari perencanaan keuangan yang tidak matang.
" Ini kan terjadi di ujung (tahun anggaran) ya, kalau dilihat dari siklusnya memang (masalah Gagal Bayar) berawal dari perencanaan," tandasnya.
Selain eksekutif, imbuhnya lagi, dalam perencanaan keuangan pemerintah daerah ini, peran legislatif (DPRD) juga ikut andil.
"Jadi kita tidak bisa menyalahkan eksekutif saja, legislatif juga ikut andil pada saat anggaran itu ditetapkan," kata Atang.
Kalau hal Gagal Bayar ini dianggap sebuah kesalahan, Atang berpendapat, hal ini merupakan kesalahan bersama antara eksekutif dan legislatif di daerah.
"Saya mengatakan ini akibat adanya kurang cermat eksekutif dan legislatif dalam penganggaran keuangan daerah atau budgeting," ujarnya.
Sebagai mantan birokrat di Kementerian Perindustrian, Atang menambahkan, eksekutif sifatnya menjalankan apa yang sudah disepakati antara eksekutif dan legislatif soal anggaran belanja daerah.
"Bahwa dalam pelaksanaan anggaran ini ada kekurangan, artinya ini lagi-lagi, dalam perencanaanya juga kurang cermat," tandasnya.
Bicara soal upaya Pemkab Kuningan untuk merasionalkan anggaran di tahun 2023 untuk mengatasi Gagal Bayar ini, Ia menyebutkan, secara aturan memang dimungkinkan atau diperbolehkan.
"Itu sebutannya revisi anggaran, yakni mengalihkan dari pos-pos yang lebih besar ke pos-pos yang kurang. Tapi untuk rasionalisasi anggaran ini juga butuh kewenangan bersama antara Legislatif dan Eksekutif," papar dia.
Menurutnya lagi, pemerintah daerah diberikan kewenangan dalam jumlah tertentu untuk merevisi anggaran di tahun berjalan.
" Dalam jumlah yang lebih besar harus ada persetujuan dari legislatif," ujarnya.
Postur anggaran daerah, kata Atang, bersifat fleksibel atau tidak kaku, karena memiliki banyak variabel yang harus dilihat.
"Kan harus dipertimbangkan juga adanya inflasi, kenaikan harga satuan dan lainnya," tambahnya.
Sebagai bagian dari masyarakat Kuningan, Atang berpesan kepada pemerintah daerah baik eksekutif dan legislatif agar menjaga kondusifitas pembangunan dan kehidupan masyarakat di daerah.
" Semoga baik-baik saja lah. Semoga (Gagal Bayar) ini jadi pelajaran bagi pemerintah untuk kedepannya lebih hati-hati, lebih cermat dan akurat dalam merencanakan segala sesuatu apalagi terkait keuangan," pesannya.
Di akhir perbincangan, Atang menilai juga, jajaran eksekutif harus diisi orang-orang yang benar-benar profesional dalam menjalankan tugasnya.
"Kemudian di sisi legislatif, kita juga butuh Sumber Daya Manusia yang berkualitas yang benar-benar kapasitas dan kapabilitasnya mampu menjalankan amanah," ungkapnya.
Lembaga legislatif bagi Atang tidak bisa diisi oleh SDM yang asal jadi dipilih, tapi juga butuh SDM yang berwawasan dan keilmuan yang sesuai dengan tugas beratnya. (Nars)