KUNINGAN - Bicara tentang Lembaga Legislatif di Kabupaten Kuningan, Pembaca KR, sejenak kita kesampingkan dulu hiruk pikuk dinamika perpolitikan di Gedung Rakyat yang terketak di Jalan RE Martadinata, Ancaran. Biarkan BK DPRD Kuningan bekerja dalam menangani permasalahan "diksi limbah" yang sedang viral di lokasi tersebut.
Mari kita lihat jauh di dalam gedung parlemen. Di salah satu ruang kerja di sana ternyata, ada sosok seorang wakil rakyat yang lahir sebagai pejuang kehidupan.
Orang tersebut adalah Wakil Ketua DPRD Kuningan, H Ujang Kosasih. Politisi asal Desa Dukuhtengah, Kecamatan Maleber ini ternyata tidak ujug-ujug bisa duduk manis sebagai salah satu Pimpinan DPRD Kuningan.
Sebelum mencapai jabatan tersebut, Ujang terlebih dulu menempuh tempaan nasib dan liku-liku perjuangan hidup. Bahkan, di salah satu "episode terburuk" hidupnya, Ujang muda pernah menjadi tukang angkut adukan pasir, saat jadi kuli laden di Ibukota.
Saat berbincang santai di sebuah warung kopi seberang Gedung Dewan, pada Selasa (27/10/2020) sore, Ujang menceritakan pengalaman hidupnya dari nol hingga kini bisa menjabat sebagai salah satu Pimpinan DPRD Kuningan.
Duduk bersama awak media di beranda warung kopi bagi Ujang membangkitkan kembali kenangan pahit hidupnya di masa muda. Ia mengaku, pernah memiliki warung kopi sederhana di Jakarta saat dirinya masih bujangan dulu.
"Ya dulu Saya pernah menjadi pelayan warung kopi, kalau orang Kuningan mah menyebutnya Lang Rokok, sewaktu bujangan. Saya tidur di situ dan meniti usaha untuk bertahan hidup di Ibukota, " kenangnya.
Diceritakan Ujang, dirinya lahir tanggal 4 Agustus 1964, dari keluraga sederhana di Desa Dukuhtengah, Kecamatan Maleber. Ujang masuk SMA dan lulus tahun 1982.
"Lulus SMA, Saya tidak langsung kuliah. Tahun 1983 Saya kerja serabutan, diterima di PT Sasa Inti, sebagai tukang dekorasi etalase warung. Lumayan, bisa kerja walau dengan upah sedikit bisa tahu beberapa dearah di Jawa Barat, seperti Cianjur, Garut, Ciamis hingga Pangandaran, " paparnya.
Dari modal hasil kerja tersebut, Ujang akhirnya bisa meneruskan pendidikan ke bangku kuliah. Tahun 1985, Ujang mulai mengenyam pendidikan tinggi di STKIP (cikal bakal Kampus Universitas Kuningan) hingga lulus dan mendapat gelar sarjana (drs).
Lulus kuliah dan menyandang gelar drs ternyata bukan puncak karirnya. Bahkan justru, saat itu jadi saat titik awal perjuangan hidupnya.
"Lulus kuliah Saya pergi merantau ke Jakarta. Tinggal di rumah paman di Daerah Johar Baru. Mencoba mengadu nasib, " tutur Ujang sembari menerawang.
Hari demi hari menjadi seorang pengangguran di rumah pamannya, dialami ujang selama beberapa bulan. Mengisi waktu, Ujang membantu pamannya melayani pembeli di warung kopi milik pamannya itu.
Melihat keponakannya tak punya kerjaan, Sang Paman akhirnya mencoba menawarkan Ujang agar bisa bekerja di tempat kerjaan tetangga warungnya. Kebetulan, tetangganya itu mendapatkan proyek pembangunan sebuah masjid di kawasan RS Cipto Jakarta.
"Saya diterima kerja di lokasi proyek pembangunan masjid di kawasan RS Cipto itu. Karena tak memiliki keahlian di bidang bangunan, Saya hanya menjadi kuli laden, tukang memikul adukan pasir, " ucap Ujang.
Hari demi hari pekerjaan sebagai kuli bangunan itu dilakoninya, hingga empat bulan lamanya.
Rupanya, bos proyek akhirnya mengetahui bahwa Ujang pernah kuliah dan sarjana. Akhirnya, Ujang dipindahkan kerja tidak jadi kuli lagi, dan jadi staf administrasi di kantor pemilik proyek.
"Bos Ikbal namanya, Ia orang Padang, Sumatera Barat. Dipanggilnya Saya ke kantor, Saya ditanya katanya Saya anak sekolahan. Kemudian Ia juga menanyakan apakah Saya bisa mengetik, " kata Ujang.
Esoknya, Ujang tak berpakaian lusuh lagi. Ia sudah menjadi staf di kantor bos pemilik proyek, sebagai bagian administrasi, tukang membuat surat penawaran proyek.
Namun, hanya dua bulan Ujang bekerja di kantor. Bosnya menyuruh Ujang belajar mengendarai mobil agar bisa menjadi sopir di rumahnya.
"Saya diminta belajar nyopir mobil, disuruh pulang dulu ke Kuningan untuk membikin SIM. Dan sejak itu kalau mau ke mana-mana bos selalu minta diantar memakai mobilnya," sebutnya.
Selain menjadi sopir, jika tidak mengantar bos dan istrinya, Ujang masih bekerja di kantor. Bahkan Ujang diberi ruangan khusus di kantor tersebut, sebagai ruang kerja dan tempat tinggal. Setahun lebih Ujang bekerja di tempat nyaman itu.
Entah ada masalah apa, pada suatu hari, bosnya datang ke kamar tempat Ujang. Di sana, Sang Bos tiba-tiba marah dengan menganggap Ujang tidak bisa menjaga kebersihan ruangan. Padahal, kata Ujang, karena sudah diberi ruangan, Ia berusaha semaksimal mungkin membuat kamarnya bersih dan nyaman.
"Di situ Saya tersinggung dan akhirnya mengundurkan diri kerja di kantor tersebut. Saya lalu pulang ke rumah saudara di Pasar Induk Cibitung, " lanjutnya.
Di Pasar Induk Cibitung tersebut, Ujang melanjutkan perjuangan hidupnya bersama saudaranya. Hari-hari Ujang selanjutnya Ia jalani dengan membantu saudaranya berdagang bawang merah. Selama setahun Ia hanya bisa bantu-bantu saudaranya itu.
"Setelah setahun di rumah saudara, akhirnya Saya memutuskan untuk membangun tempat usaha sendiri, lang rokok ukuran kecil. Di lang rokok itu Saya menempa diri untuk bisa berdikari, " kenangnya lagi.
Dua tahun lepas itu, pada tahun 1993 akhir, Ujang pulang kampung ke Kuningan. Kemudian pada tahun 1994 Ia mempersunting pilihan hatinya, dalam sebuah ikatan perkawinan.
"Setelah menikah, Saya tidak merantau lagi. Dari tahun 1994 hingga tahun 2003, Saya jadi guru pengajar di SMPN 1 Maleber. Meski hanya sebagai guru sukwan, Saya tetap jalani dan bersyukur, " ucapnya.
Di sekolah itu, Ujang mengajar mata pelajaran Bahasa Sunda, PPKN, Biologi hingga Matematika.
"Saya jadi pengurus Parpol PKB sejak tahun 1999. Pada tahun 2004, Saya pernah mencalonkan jadi anggota legislatif, tapi saat itu belum berhasil, " katanya.
Pada tahun 2006, DPC PKB Kuningan menggelar Musyawarah Cabang untuk memilih Ketua DPC. Ujang mencalonkan diri sebagai Ketua DPC PKB saat itu, dan terpilih.
Namun karena saat itu terjadi dualisme kepengurusan PKB di pusat, Ujang diberhentikan dari Ketua DPC PKB Kuningan tahun 2008.
"Saat itu ada dualisme kepengurusan, yang Pro Abdurrahman Wahid dan Pro Muhaimin Iskandar. Saya saat itu Pro Gusdur dan dipecat, karena yang diakui adalah kepengurusan Pak Muhaimin, " sebutnya.
Namun, pada tahun 2009, Ujang ditelepon oleh pimpinan DPP PKB untuk ikut mencalonkan diri lagi dalam Pemilu Anggota Legislatif.
"Dan Alloh SWT memberikan kesempatan Saya tahun 2009 itu, untuk berhasil jadi anggota dewan, " ungkapnya.
Sejak itu, karier Ujang di dunia politik terus meningkat. Ia menjadi Ketua DPC PKB lagi dan menjabat sebagai anggota DPRD Kuningan selama tiga periode hingga sekarang.
Di DPRD Kuningan, Ujang tidak hanya duduk sebagai anggota biasa, beberapa kali Ia mendapat amanah menjadi pimpinan Alat Kelengkapan Dewan (AKD). Bahkan, saat ini, sudah setahun Ujang menjabat sebagai salah satu Pimpinan Dewan sebagai Wakil Ketua.
"Saya benar-benar bersyukur, ternyata selama kepemimpinan Saya di DPC PKB Kuningan, dari sisi perolehan kursi, terus mengalami peningkatan, mulai dari 2, 5 hingga 6 kursi, " pungkasnya.
Untuk diketahui juga, beberapa bulan terakhir, sosok Ujang Kosasih, juga banyak mendapat dukungan, termasuk dari Wakil Ketua MPR RI, untuk maju sebagai Calon Bupati Kuningan dalam Pilkada 2023/2024 mendatang. (Nars)