Deki Zaenal: DPRD Bukan Perusahaan - Kuningan Religi

Breaking



Selasa, 21 Januari 2020

Deki Zaenal: DPRD Bukan Perusahaan


KUNINGAN,- Ketua DPRD Kabupaten Kuningan, Nuzul Rachdi, disebut-sebut telah memberikan instruksi kepada para pimpinan dan anggota DPRD untuk tidak memberikan keterangan pers, opini, atau komentar terkait lembaga DPRD kepada siapa pun jika hal itu belum menjadi keputusan DPRD, atau jika belum memahami seutuhnya tentang lembaga DPRD. 

Instruksi tersebut tersebar luas di beberapa group whatsapp awak media liputan Kuningan, pada Selasa (21/01/2020) siang. Sebelum tersebar, menurut informasi, instruksi  dari Ketua DPRD itu, telah lebih dulu ada di group Whatsapp anggota DPRD Kuningan.



"Kepada yth pimpinan dan anggota DPRD. Dalam rangka tertib komunikasi dan informasi dan agar tidak menimbulkan spekulasi. Mohon tidak memberikan keterangan pers atau opini atau mengomentari tentang lembaga dprd kepada siapa pun yg belum menjadi keputusan DPRD dan belum memahami seutuhnya ttg lembaga DPRD," demikian kutipan lengkap dari intruksi yang diduga dikeluarkan Ketua DPRD Kuningan.

Salah seorang anggota DPRD, dari Partai Gerindra, Deki Zaenal Mutaqin, saat dimintai tanggapan, mengungkapkan terkait adanya instruksi tersebut, dinilainya tidak tepat.

"Definisi parlemen itu kan, parle itu kan bicara. Semua bentuk yang berkaitan dengan kondisi, kebutuhan dan lain sebagainya terkait prosesi perjalanan kerakyatan khususnya, kami sebagai wakil rakyat, tentu harus bicara, " ungkap pria mantan aktivis ini.

Apa pun masalahnya dan konteks pembicaraannya, tandasnya, pihaknya harus mau menyampaikan. Karena, anggota DPRD menurutnya adalah kepanjangan dari lidah rakyat.

"Kalau kami bungkam, lalu tugas kami di sini apa? Kami malu pada rakyat, jika ada pertanyaan yang muncul dari ruang publik, tentu kami harus menjelaskan itu," katanya.

Ia menilai, bahwa posisi seluruh anggota DPRD di parlemen itu sama. Deki melihat sebuah instruksi itu bersifat linear. Terkait siapa yang mengeluarkan dan kepada siapa ditujukan, harus dilihat dulu konteksnya.

"Ini kan bukan perusahaan. Mungkin ini bisa  dimafhumi ya, "  tegasnya.

Dirinya menafsirkan intruksi yang dikeluarkan itu secara pribadi, seolah-olah ruang domainnya sebagai anggota DPRD untuk berbicara, dibatasi. Dan itu menurutnya, sudah keluar dari  marwah anggota DPRD,

Semboyan kerja-kerja-kerja saja, lanjutnya, tidak cukup, sebab terkadang ada miss (salah faham) ketika melaksanakan sebuah program. Artinya, harus ada literasi, pembicaraan yang jelas terkait program kerja yang akan dilaksanakan.

"Contohnya, sebuah program besar pemerintah yang semula bertujuan baik untuk masyarakat,  bisa ditangkap buruk oleh warga jika tidak ada pemaparan yang jelas," sebut Deki.

Maka, jika ada pelarangan atau pembatasan memberikan keterangan di ruang publik, sekali  lagi, itu dipandangnya kurang tepat.



"Kecuali seperti ada instruksi di partai atau  fraksi, misalnya, itu kan sifatnya internal tidak meluas. Ini (instruksi Ketua DPRD) kan meluas ke ruang publik, ini kan lembaga, institusi," ujarnya.

Dirinya mengaku agak bingung ketika mengetahui adanya instruksi yang tersebar siang itu. Padahal, Ia meyakini bahwa semua anggota di parlemen itu kedudukannya sama untuk menjelaskan duduk persoalan kepada masyarakat.

"Sekali lagi saya tekankan, literasi itu penting. Ini intruksi dari siapa? Ini kan bukan perusahaan, kalau dibilang instruksi, Saya jelas kurang setuju," lagi-lagi Deki menegaskan.

Bahkan, Deki berharap, keempat unsur pimpinan di DPRD Kuningan bisa menjelaskan akar permasalahan sehingga muncul "instruksi" tersebut.(Nars)