KUNINGAN - Jelang peringatan Hari Santri Nasional yang jatuh pada tanggal 22 Oktober, didapat informasi akan ada lagi aksi massa yang datang ke Gedung DPRD Kuningan untuk meminta kesimpulan penanganan kasus "diksi limbah" yang melibatkan Ketua DPRD Kuningan, Nuzul Rachdy.
Salah seorang aktivis organisasi masyarakat, Dadan Somantri Indra Santana, yang juga menjabat sebagai Ketua Ormas Gardah MKD-05 Kuningan, menyebutkan bahwa penyampaian aspirasi kepada wakil rakyat yang berupa unjuk rasa dan pernyataan sikap yang dilakukan oleh sebagian warga masyarakat Kabupaten Kuningan didepan Gedung DPRD Kabupaten Kuningan merupakan sebuah reaksi massa.
"Ya itu merupakan bentuk reaksi massa atas telah terjadinya dugaan tindak pidana pencemaran nama baik dan atau fitnah di media sosial youtube dan atau dugaan pelanggaran Kode Etik anggota DPRD Kabupaten Kuningan yang dilakukan oleh Ketua DPRD Kabupaten Kuningan terhadap Pondok Pesantren Husnul Khotimah, " ungkap Dadan, saat ditemui di Kantor Hukum D. SOMANTRI INDRA SANTANA SH dan Paretners, Selasa (20/10/2020).
Adanya aspirasi dari masyarakat tersebut, imbuhnya, sudah menjadi kewajiban untuk diterima oleh anggota DPRD Kabupaten Kuningan. Aspirasi teesebut, katanya, kemudian ditampung, diserap, serta ditindaklanjuti oleh pimpinan DPRD, alat kelengkapan DPRD atau anggota DPRD Kabupaten Kuningan sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangannya.
"Ini juga sebagai bentuk implementasi penerapan Pasal 191 Undang-Undang No. 23 taun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dan atau pasal 129 ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintahan No. 12 Tahupn 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota, dan atau Peraturan DPRD Kabupaten Kuningan No. 2 tahun 2018 tentang Tata Beracara BK. DPRD Kabupaten Kuningan, " papar Dadan.
Atas dasar ketentuan itu, Dadan menambahkan, maka Alat Kelengkapan Dewan yang dalam hal ini Badan Kehormatan DPRD Kabupaten Kuningan, sesuai tugas, fungsinya dan kewenangannya dalam menangani persoalan dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh ketua DPRD Kabupaten Kuningan tidaklah harus selalu berpatokan kepada ada atau tidak adanya pengaduan dari masyarakat saja.
" Melainkan adanya penyampaian aspirasi dari masyarakat pun sudah menjadi kewajiban untuk ditindaklanjuti sebagaimana mestinya. Terlebih lagi dalam persoalan yang terjadi saat ini kita sama-sama mengetahui ada beberapa elemen masyarakat yang telah mengadukan secara tertulis dugaan pelanggaran kode etik teesebut, " tandasnya.
Sangat disayangkan, ucapnya, ketika adanya reaksi dari masyarakat yang mengecam pernyataan Ketua DPRD Kabupaten Kuningan, tidak ada satupun anggota DPRD Kabupaten Kuningan sebagai wakil rakyat yang duduk di pemerintahan yang tidak setuju atas pernyataan Ketua DPRD Kabupaten Kuningan dan peka serta merespon sebuah peristiwa yang terjadi sehingga berinisiatif mengambil sikap mengadukan dugaan tindak pidana pencemaran nama baik dan atau dugaan telah terjadi pelanggaran Kode Etik yang diduga dilakukan oleh pimpinannya, padahal regulasi sangat jelas.
"Dalam regulasinya dinyatakan bahwa "Pimpinan DPRD, Anggota DPRD, dan/atau masyarakat menyampaikan pengaduan dugaan pelanggaran oleh Anggota secara tertulis kepada Pimpinan DPRD dengan tembusan kepada Badan Kehormatan disertai identitas pelapor yang jelas dan bukti dugaan pelanggaran", jelasnya.
Dadan mengingatkan bahwa para anggota DPRD dalam menjalankan tugas, fungsi dan kewajibannya tidak hanya akan dipinta pertanggungjawaban di hadapan konstituen saja. Melainkan, yang lebih berat, akan dipinta pertanggungjawaban di hadapan Allah Subhanahu Wa Ta'ala di hari akhirat nanti.
"Bukankah sebelum menjadi anggota dewan telah disumpah atas nama Allah bahwa akan memperjuangkan aspirasi rakyat yang diwakilinya ?," tanyanya.
Ditegaskan Dadan, keputusan BK DPRD Kabupaten Kuningan didalam menjalankan tugasnya yaitu menjaga martabat, kehormatan, citra, dan kredibilitas DPRD Kabupaten Kuningan atas telah terjadinya dugaan pelanggaran kode etik dan atau dugaan telah terjadinya tindak pidana pencemaran nama baik yang diduga dilakukan oleh ketua DPRD Kabupaten Kuningan haruslah dihargai dan dihormati sebagai keputusan final dan mengikat.
"Selama pada saat melakukan penyelidikan, verifikasi dan konfirmasi yang dijadikan bahan pertimbangan BK dalam menjatuhkan putusannya dilakukan secara objektif dan sesuai dengan fakta-fakta yang terjadi," katanya lagi.
Namun, disebutkan Sekretaris DPD PPHI Kuningan ini, apabila tidak Objektif dan tidak sesuai dengan fakta-fakta yang terjadi, maka tidak menutup kemungkinan akan menimbulkan persoalan hukum baru. (Nars)