KUNINGAN (KR) - Pemilik bangunan di Dusun Malaraman Desa Cisantana Kecamatan Cigugur, Hanyen Tenggono, mengaku tidak terima atas penyegelan dan penghentian aktivitas pembangunan rumah pribadinya yang dilakukan oleh petugas Satpol PP Kuningan, pada Rabu (18/09/2019) kemarin.
Hanyen menuding pemasangan segel oleh petugas terhadap bangunan miliknya, meski hanya bersifat pengawasan, telah menyalahi prosedur. Meski mengapresiasi kinerja cepat yang dilakukan Satpol PP, Ia menilai hal itu terlalu terburu-buru sehingga lupa akan SOP yang seharusnya ditempuh.
"Jika Saya dituduh melanggar Perda yang ada, harusnya kan ada Surat Peringatan terlebih dahulu, jangan asal segel saja. Katanya ingin menegakkan aturan, ya mereka juga harus ikuti aturan juga," geram Hanyen, saat dimintai keterangan di lokasi usahanya, Kamis (19/09/2019) siang.
Ia menyebutkan dalam Pasal 38 Perda Kabupaten Kuningan Nomor 3 Tahun 2018, tidak serta merta langsung memberikan segel pada bangunan, jika dinilai melanggar. Tetapi ada point yang menyebutkan sanksi administratif berupa teguran lisan (pembinaan) atau penertiban terlebih dahulu.
"Ini merupakan suatu urutan dan tidak boleh ada yang di skip atau di lewat walaupun sebagai penguasa sekalipun. Sebagai warga negara Indonesia yang taat, Saya sangat tidak terima dan merasa di permainkan," sergahnya.
Ia mengaku bahwa dirinya memang betul bukan warga Kuningan melainkan Cirebon sebagai tempat kelahirannya. Namun, Ia merasa tidak ada salahnya jika sebagai warga luar kota Kuningan, berinvestasi di Kabupaten Kuningan.
"Atau mungkin orang-orang yang berhak berinvestasi di Kota Kuningan adalah orang yang lahir di Kuningan?," tanyanya
Selanjutnya, terkait pelanggaran Perda Kabupaten Kuningan no 3 tahun 2018 tentang ketertiban umum yang ditudingkan Satpol PP padanya, Hanyen meminta kejelasan pasal berapa yang dituduhkan.
Karena, kepada kuninganreligi.com, Ia mengatakan secara pribadi telah mengajukan permohonan dari tanggal 10 Januari 2019 dan telah diterima pada hari dan tanggal yang sama. Sehingga Ia memandang dalam hal ini seharusnya yang lebih dititik-beratkan pelanggaran pada pasal tersebut adalah kepada pihak dinas terkait yakni DPMPTSP Kuningan.
"Menanggapi pelanggaran no 96 tahun 2017 tentang penyelenggaraan bangunan gedung, setelah kami telaah peraturan daerah tersebut, terlebih saya pribadi memiliki hubungan baik dengan DPMPTSP dan Saya yakin DPMPTSP memiliki kompetensi dalam bidangnya, " imbuh Hanyen.
Setelah pengajuan permohonan perijinan yang diberikan, sebutnya, tepat 1 pekan setelah pengajuan pihak DPMPTSP melakukan survey bersama dengan team adhoc. Pihak DPMPTSP yang menilai arsitektur struktur me dan geoteknik terlebih team DPMPTSP melakukan survey ke 2 pada awal Bulan Agustus dan mengatakan semuanya sesuai dengan rancangan arsitektur.
"Sehingga saya sangat menyayangkan terjadinya inkonsistensi argumentasi opini yang dangkal dan Saya sangat menyesal sebagai penguasa sangat cepat dalam bertindak terhadap penyegelan bangunan tersebut," katanya.
Hal ini baginya dipandang sebagai suatu pembelajaran hukum untuk semua. Bahwa sebagai penguasa pun harus berpegangan pada hukum yang dibuat sehingga jangan terus menyalahkan investor.
"Kalau seperti ini, Kuningan tidak akan maju," tutup Hanyen. (Nars)