![]() |
Ketua Fraksi Gerindra Bintang, Toto Tohari menjungkalkan meja di depannya saat interupsi |
KUNINGAN - Suasana Rapat Paripurna pemilihan Alat Kelengkapan DPRD Kuningan, Rabu (6/4) semakin panas. Karena merasa masukannya tak Diakomodir, Ketua Fraksi Gerindra Bintang, Toto Tohari sampai menggulingkan meja di depannya.
Meja tersebut pun terjungkal dan kaca di atasnya pecah berserakan.
Kejadian ini sempat membuat suasana ruang sidang DPRD ramai. Bahkan pimpinan rapat sempat menskor pelaksanaan paripurna sementara menunggu petugas membersihkan pecahan kaca meja.
Kejadian bermula saat rapat paripurna memasuki agenda pemilihan lima nama dari delapan nama yang diusulkan masing-masing fraksi untuk menjadi anggota Badan Kehormatan DPRD Kuningan.
Dalam penentuan lima nama tersebut, terdapat dua opsi mekanisme yang diusulkan. Enam fraksi, di luar Gerindra Bintang dan PAN, menyetujui penetapan lima nama tersebut dengan mekanisme "paket". Sementara, dua fraksi menginginkan satu anggota dewan memilih satu nama untuk ditetapkan sebagai anggota BK.
Baca juga:
"Meknisme paket ini dalam artian satu anggota DPRD memilih langsung paket lima nama," kata Toto Taufikurrahman, dari Fraksi PPP yang menyetujui mekanisme paket.
Pimpinan rapat, Nuzul Rachdy, akhirnya memutuskan bahwa pemilihan lima nama anggota BK dilakukan dengan mekanisme "paket".
Menanggapi putusan tersebut, Ketua Fraksi Gerindra Bintang yang menginginkan satu orang memilih satu nama yang terdaftar pada calon anggota BK, merasa tidak diakomodir.
Akhirnya, Toto Tohari menjungkalkan meja di depannya disambut seluruh anggota Fraksi Gerindra Bintang pergi ke luar ruangan.
"Kalau keputusannya seperti itu, kami dari Fraksi Gerindra Bintang menyatakan keluar, " tegasnya.
Sementara, Sekretaris Fraksi Gerindra Bintang, Deki Zainal Muttaqin, saat dikonfirmasi mengatakan , memang di dalam tata tertib tidak disebutkan secara gamblang terkait teknis mekanisme pemilihan ini.
"Tapi dengan diambilnya keputusan mekanisme paket oleh pimpinan rapat, dengan alasan melihat 6 fraksi mengusulkan itu, artinya ini sudah terjadi voting. Padahal voting itu bisa diambil sebagai alternatif terakhir jika musyawarah untuk mufakat tidak terlaksana," kata Deki.
Pihaknya meminta sebelum diputuskan sebaiknya pihak-pihak yang berbeda pendapat diminta argumen-argumen logis dulu tentang sikap yang dipilihnya.
"Ini kan tidak, malah langsung diputuskan. Memangnya setiap demokrasi itu harus diambil dari suara terbanyak?" ungkap Deki. (Nars)