Forum Ummat Islam Kuningan Dukung Kasus Salah Pilih Diksi "Limbah" Dibawa ke Ranah Hukum - Kuningan Religi

Breaking



Selasa, 06 Oktober 2020

Forum Ummat Islam Kuningan Dukung Kasus Salah Pilih Diksi "Limbah" Dibawa ke Ranah Hukum


KUNINGAN - Dukungan moral dari berbagai komponen masyarakat pada Pondok Pesantren Husnul Khotimah terus berdatangan di saat pondok tersebut menjadi klaster Covid-19. Bukan hanya untuk mendoakan para santri HK untuk sehat kembali tapi dukungan juga datang saat Ponpes HK mendapat ujian dari perkataan Ketua DPRD Kuningan, yang memilih diksi "jangan sampai Husnul hanya membawa limbah" dalam statemennya di media massa beberapa waktu lalu.



Pada Selasa (06/10), tercatat 73 komponen masyarakat di Kabupaten Kuningan sudah siap guna mengikuti agenda audiensi dengan pihak Badan Kehormatan DPRD Kuningan, yang menurut rencana akan dilaksanakan Rabu (07/10) besok di Gedung DPRD.

Rencana akan diadakannya audiensi itu, dibenarkan oleh Ketua BK DPRD Kuningan, Toto Taufikurohman Kosim, dalam keterangan persnya pada Selasa siang.

"Iya surat permohonan audiensi sudah masuk, dengan kop surat dari FPI, tapi menyatakan akan membawa serta puluhan komponen/ormas lainnya. Kita sudah siap menerima mereka besok, " ujar Toto didampingi empat anggota BK DPRD Kuningan lainnya.

Selain dukungan agar BK memroses dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Ketua DPRD Kuningan. Dukungan agar perkataan Ketua DPRD tersebut dibawa ke ranah hukum juga datang dari Forum Ummat Islam Kabupaten Kuningan.


Bertempat di markas FUI Kuningan, Pesantren Darul Huda, Desa Purwasari, Ketua FUI Kuningan, KH Ending Sadili melalui juru bicaranya, Abdul Latif, mengatakan pihaknya memberi dukungan pada Ponpes HK agar bisa membawa "kasus" pernyataan Nuzul Rachdi ini ke ranah hukum.

"Diksi yang diucapkan seorang Nuzul Rachdi tempo hari itu bisa saja dibawa ke ranah pidana kalau ditinjau dari sisi hukum, " sebut Abdul Latif.

Namun, untuk membawa kasus ini ke ranah hukum, imbuhnya, haruslah dilakukan oleh pihak yang jadi objek hukum yang merasa dirugikan. Atau pihak yang dikuasakan oleh objek tersebut.

Sebagai politisi dan publik figur, kata Latif,  Ketua DPRD seharusnya bisa menyaring apa yang akan diucapkannya, apalagi sudah menyentuh kehidupan di pesantren, sehingga tidak menimbulkan konflik, dan memancing reaksi masyarakat seperti yang terjadi saat ini.

"Karena tidak mempertimbangkan apa yang akan diucapkan, beginilah jadinya, ummat yang tadinya kondusif, tenang, jadinya terusik, " ucapnya.

Adapun klarifikasi dan permohonan maaf yang telah disampaikan Nuzul Rachdi, dipandangnya sah-sah saja dan hak dirinya sebagai jawaban pada tuntutan reaksi massa.

Namun, saat ini gejolak di masyarakat sudah muncul terjadi. Bahkan bukan hanya di Kabupaten Kuningan. Ummat Islam dan alumni Husnul Khotimah dari berbagai daerah di Indonesia juga sudah tahu dan geram akan adanya statemen Ketua DPRD tersebut.

Untuk itu, pihaknya mendorong agar proses hukum pada kasus kesalahan diksi yang diucapkan Nuzul Rachdi ini bisa dilakukan.



"Kami memandang santri itu adalah cikal bakal ulama dan pesantren adalah tempat menggembleng mereka menjadi orang berguna. Bukanlah sumber limbah, " ketusnya.

Ke depan, pihaknya berharap, jangan ada lagi ungkapan-ungkapan yang mendiskreditkan lembaga pendidikan pencetak alim ulama di mana saja dari siapa saja. 

"Pandai-pandailah memilih diksi dan hati-hati dalam berucap, " tukas pria yang juga aktivis Gerakan Anti Maksiat (Gamas) Kabupaten Kuningan ini. (Nars)