![]() |
Ketua APDESI Kuningan, Linawarman |
KUNINGAN - Ketua Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Kabupaten Kuningan, Linawarman, membantah pernyataan yang dikeluarkan lembaga pengamat korupsi Indonesia (Indonesian Corruption Watch/ICW) yang mengatakan bahwa Pemerintah Desa menjadi lembaga pelaku korupsi terbesar di semester 1 tahun 2021.
Linawarman menyebut statement dari ICW tidak adil, karena jika dibandingkan jumlah Desa dan Kabupaten/Kota di Indonesia jauh berbeda. Jika jumlah Desa ada 83 ribu sedangkan jumlah Kabupaten/Kota ada 514.
"Jika melihat rasio jumlah kasus dengan jumlah Desa, di Pemerintah Desa berbanding 62 kasus per 83 ribu. Sedangkan kasus ditemukan di Pemerintah Kabupaten/Kota ada 67 kasus per 514 kabupaten/kota, " jelas Linawarman saat ditemui di rumahnya, Rabu (15/09/2021).
Ditambahkan nya, perbandingan rasio jumlah kasus dengan jumlah tingkatan pemerintahan ini jelas lebih besar kasus yang dilakukan oleh Pemkab/Pemkot.
"Tidak fair jika dikatakan bahwa Desa itu sarangnya korupsi. Berapa sih yang mereka makan?, " tandas mantan Kades Jalaksana, Kabupaten Kuningan ini.
Atas pernyataan ICW itu, Linawarman atas nama perangkat Desa di Kuningan menegaskan tidak terima.
"Jelas perangkat desa sangat terpukul dengan pernyataan itu. Ini akan mengurangi tingkat kepercayaan masyarakat pada pemerintahan desa, " ujarnya.
Pihaknya mengaku tahu persis, para perangkat desa, apalagi di masa pandemi ini yang sangat luar biasa dengan segala upayanya dalam mengatasi permasalahan keuangan desa di masa pandemi dan masalah kemasyarakatan secara umum,
"Saya berharap ICW bisa memperbaiki statment-nya. Kalau dilihat dari statemen tersebut jelas memojokkan desa, " tegas Linawarman lagi.
Kepada sesama perangkat desa seluruh Indonesia pihaknya meminta tetap tenang dalam menanggapi pernyataan ICW ini.
Karena menurutnya, kita tidak tahu indikasi berita itu ke arah mana.
"Anggaran yang diturunkan dari APBN untuk desa yang katanya Rp 72 triliun ini sebenarnya tidak ada apa-apanya. Karena amanat UU adalah minimal 10 persen dari APBN, " katanya.
Pihaknya malah menyindir apakah ada ketidakrelaan dari pemerintahan pusat yang menurunkan anggaran untuk desa. Karena, kata Linawarman, desa saat ini seolah tetap dimarjinalkan dan selalu dipojokan.
"Mudah-mudahan para aparatur pemdes tetap semangat dalam bertugas. Biarlah anjing menggonggong kafilah tetap berlalu. Kita tetap melaksanakan program yang dicanangkan pemerintahan pusat hingga kabupaten, " paparnya.
Ia menghimbau agar para Kades tetap melaksanakan anggaran desa sesuai regulasi yang sudah jelas.
"Cara penganggaran kegiatan di desa saya kira sudah fair. Di situ ada masyarakat dan pendamping yang mengawasi. Apalagi regulasi pelaksanaan penganggarannya pun sangat ketat, " tukasnya.
Untuk diketahui, seperti yang dilansir dari www.cnnindonesia.com, pada Senin (13/09/2021), ICW menyebutkan bahwa anggaran desa adalah yang paling rentan untuk dikorupsi.
Menurut peneliti ICW, Lalola Easter, bahwa pada semester 1 tahun 2021, pemerintahan desa menjadi lembaga pelaku korupsi terbesar.
"Pada semester 1 tahun 2021 ini tercatat ada 62 kasus korupsi yang dilakukan aparat pemerintahan desa. Diikuti oleh pemerintahan kabupaten dan pemerintahan kota dengan masing-masing 60 dan 17 kasus, " sebut Lalola.
Dari angka tersebut pihaknya mendesak pemerintah untuk segera melakukan Reformasi birokrasi guna mencegah korupsi.
"Aktor yang paling banyak melakukan tindak korupsi atau yang ditetapkan sebagai tersangka di semester I 2021 adalah aparat desa, " tandasnya saat memberikan pemaparan dalam acara webinar tren penindakan kasus korupsi semester I 2021 di Jakarta, Ahad (12/09). (Nars)