![]() |
Dede Sembada |
KUNINGAN - Isu keretakan hubungan antara Bupati Kuningan, Acep Purnama, dengan Wakil Bupati Kuningan, M Ridho Suganda terus mengalir deras. Setelah ada upaya pengembalian asset negara yang melekat kepada pemerintah oleh Wabup Ridho, berbagai tanggapan muncul ke permukaan.
Isu disharmonisasi Bupati-Wabup Kuningan ini tak dibiarkan liar oleh internal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Kuningan sebagai pengusung Acep-Ridho dalam Pilkada 2018 lalu.
Melalui Wakil Ketua Bidang Kehormatan dan Disiplin Partai DPC PDIP Kuningan, Dede Sembada, partai berlambang kepala banteng bermoncong putih ini berharap agar isu keretakan dua pucuk pimpinan Kabupaten Kuningan tidak berlarut-larut.
"Inti permasalahannya sebenarnya hanya ada diskomunikasi saja. Semuanya akan selesai tatkala Bupati dan Wabup bisa bertemu, istilahnya ngopi bareng , ditemani Pak Sekda, " ungkap Desem, sapaannya, saat ditemui di sebuah rumah makan di Kertawangunan, Rabu (17/03/2021).
Diskomunikasi antara orang nomor satu dan nomor dua Kuningan ini tidak akan terjadi, kata Desem, seandainya keduanya memahami tupoksinya masing-masing.
PMB FAHUTAN UNIKU KLIK DI SINI
![]() |
Kampus Fahutan Uniku |
"Seorang pejabat bekerja atas dasar kewenangan, yang mengaturya adalah UU nomor 30 tahun 2014, tentang Administrasi Pemerintahan," terang pria yang juga menjabat sebagai Ketua Fraksi PDIP DPRD Kuningan ini.
Ditambahkannya, ada tiga macam kewenangan yang dimiliki Wakil Bupati, yakni Atributif, Delegatif, dan Mandat.
"Tugas Bupati dan Wabup juga diatur oleh Pasal 65 UU Nomor 9 Tahun 2015 perubahan UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah," sebutnya.
Dalam Pasal 66 undang-undang tersebut, disebutkan juga tugas Wabup sebagai kewenangan yang atributif. Contohnya adalah mengkoordinasikan tindak lanjut hasil dari pemeriksaan LHP-BPK, monitoring dan evaluasi penyelenggaraan pemerintahan di seluruh SKPD hingga ke desa dalam rangka mengamankan kebijakan bupati.
"Terus kewenangan delegatif, yakni yang didelegasikan menurut aturan perundang-undangan. Dan ketiga adalah kewenangan mandat, yakni kewenangan yang dimandatkan oleh yang punya mandat, jika yang punya mandat berhalangan," papar Desem.
Ia mencontohkan, kejadian overlapping peran di Desa Bojong, akhir-akhir ini tidak akan terjadi jika kedua pimpinan di Kuningan ini tahu kewenangan-kewenangan tersebut. Dan pihak DPMD serta Camat bisa memberi pemahaman dan arahan yang benar pada Pemdes setempat.
"Tugas peresmian itu adalah tugas Bupati, jika Wabup datang sebagai mandat, maka tidak mengubah kewenangan Bupati untuk meresmikan di sana," jelasnya.
Jika Wabup faham pada tupoksi dan kewenangan-kewenangan tersebut, tandasnya, maka tidak akan ada perasaan bahwa dia tidak difungsikan dan tidak diperlukan oleh Bupati.
Terlepas dari sisi regulasi tersebut, dari sisi politik, PDIP Kuningan memandang bahwa keretakan Bupati-Wakil Bupati Kuningan tidak akan berlangsung lama. Karena, keduanya berangkat dari partai yang sama saat dipilih sebagai kepala daerah.
"Selai menurut aturan dan UU, mereka juga telah menandatangani fakta integritas untuk melaksanakan pemerintahan hingga selesai masa jabatan. Jadi tidak mungkin akan pecah lah," imbuh Desem lagi.
Sekali lagi, pihaknya menyarankan agar komunikasi bisa terjalin lancar antara Bupati-Wakil Bupati, bisa melalui pertemuan rutin.
"Kalau waktu Saya dulu menjabat sebagai Wabup selalu melaksanakan semacam ngopi bareng. Ada Pak Bupati dan Pak Sekda juga dalam agenda ngopi morning istilahnya," katanya.
Sebelumnya, berbagai asumsi muncul paska "keretakan" hubungan antara Bupati dan Wabup Kuningan. Sejak munculnya pemberitaan bahwa Wakil Bupati Kuningan, HM Ridho Suganda akan mengembalikan fasilitas negara pada pemerintah akibat merasa tidak difungsikan perannya di pemerintahan, berbagai tanggapan beredar di masyarakat.
Sebagian melihat bahwa isu keretakan hubungan kepala daerah di Kuningan ini sebagai preseden buruk sikap kenegarawanan yang dimiliki pejabat. Sebagian lainnya memandang isu ini sebagai hal biasa. Bahkan ada yang menganggapnya sebuah dagelan yang direncanakan dan sandiwara politik belaka. (Nars)