Anggota Fraksi PDIP DPRD Kuningan, Rana Suparman, SSos. (KR) |
KUNINGAN - Timbulnya reaksi masyarakat Sunda kepada ucapan Anggota Komisi III DPR RI dari PDIP, Arteria Dahlan, yang menuntut Arteria minta maaf, ditanggapi Politisi Senior PDIP Kabupaten Kuningan yang juga Anggota DPRD Kuningan, Rana Suparman.
Meski menurutnya beberapa tokoh PDIP Nasional telah "menegur" Arteria, Ia menambahkan bahwa secara historis, Marhaenisme yang lekat hubungannya dengan PDIP pun lahir di Tatar Sunda.
"Itu kan sudah ditegur oleh Kang Budi Dalton ya. Juga tokoh-tokoh Sunda lain, bahkan Ketua DPD PDIP Jabar pun sudah menyampaikan permohonan maaf, " terang Rana menanggapi masalah Arteria Dahlan, saat ditanya wartawan di WKM Kuningan, Rabu (19/1).
Ia menambahkan, Bung Karno (Ir Soekarno, Presiden pertama RI) pun belajar Marhaenisme di Tatar Sunda. Nama Marhaen pun lahir di Pasundan.
"Semua elit PDIP pun kalau lagi pidato ada yang suka memasukkan bahasa-bahasa Jawa, bahasa-bahasa daerahnya. Dan Pak Kajati pun saat tersebut memasukkan Bahasa Sunda saat rapat yang disebutkan Arteria, " papar Rana.
Baca juga:
Ucapan Bahasa Sunda yang dikatakan seorang Kajati dalam rapat itu, menurut Rana adalah hal biasa dan itu adalah wujud identitas.
"Ketika perbedaan adalah Taman Sari-nya Nasionalisme, maka perbedaan itu harus ada. Indonesia tidak akan jadi Indonesia, jika Sunda tidak ada, Batak tidak ada, dan suku lain tidak ada, " tandasnya.
Joke-joke bahasa daerah yang sering disampaikan dalam setiap acara kenegaraan sekalipun, menurut Rana, itu menunjukkan identitas yang menunjukkan ke-Indonesia-an.
Saat ditanya, apakah Arteria Dahlan harus meminta maaf kepada orang Sunda, Rana mengembalikan hal itu kepada pribadi Arteria sendiri.
"Itu kembali pada orangnya ya. Beliau pasti juga ber-refleksi atas apa yang dilakukannya, " ujar Rana.
Bahkan, Anggota Fraksi PDIP DPRD Kuningan ini menyebutkan, Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri pun sering mengamanatkan untuk menjaga kemajemukan. (Nars)