KUNINGAN - Meski hasil Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Kabupaten Kuningan tahun 2019 telah mendapat predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK RI, namun bukan berarti tidak ada hal yang perlu mendapat perbaikan.
Hal itu dikatakan Ketua DPRD Kuningan, Nuzul Rachdi, saat membuka Rapat Paripurna DPRD Kabupaten Kuningan melalui Video Teleconference terkait Penyampaian Pandangan Umum Fraksi-fraksi DPRD terhadap Nota Pengantar Keuangan Bupati Kuningan mengenai Rancangan Peraturan Daerah tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Kabupaten Kuningan Tahun Anggaran 2019, pada Selasa (14/07/2020).
Dalam paripurna tersebut, semua Fraksi menyampaikan masukan, saran dan kritik pada Pemerintah Daerah Kuningan, agar dilakukan perbaikan dalam penggunaan dan pengelolaan APBD ke depan.
Salah satu fraksi yang menyampaikan pandangan umum adalah Fraksi Partai Keadilan Sosial (PKS) yang dibacakan oleh juru bicaranya, Yaya.
Dalam pandangan umum yang disampaikan, Fraksi PKS menyoroti beberapa hal bahwa meski BPK RI telah menilai LKPD Kabupaten Kuningan Tahun 2019 dengan opini WTP, namun BPK tetap memberikan catatan-catatan yang harus menjadi koreksi dan perhatian Pemerintah Kabupaten Kuningan.
" F-PKS meminta Pemerintah Kabupaten Kuningan bersungguh-sungguh untuk memperbaiki semua yang menjadi catatan dan arahan BPK, " baca Yaya.
Pokok-pokok kelemahan dalam sistem pengendalian intern atas Laporan Keungan Kabupaten Kuningan yang ditemukan BPK adalah, pertama Standar Operasional dan Prosedur (SOP) Penghapusan Piutang Pajak
Daerah dan Piutang Denda Pajak Daerah pada Badan Pengelola Pendapatan Daerah yang tidak sesuai ketentuan berlaku.
"Kemudian, Panatausahaan Aset Tetap pada Pemerintah Kabupaten Kuningan belum memadai. Lalu, penyajian Pendapatan dan Belanja BLUD pada LKPD Pemerintah Kabupaten Kuningan TA 2019 tidak melalui mekanisme pengesahan
sesuai ketentuan, " ujarnya.
Selanjutnya, Penatausahaan Belanja Listrik Penerangan Jalan Umum pada Dinas Perhubungan Tahun 2019 belum sesuai dengan Peraturan Daerah.
Sehubungan dengan temuan tersebut, Fraksi PKS mengaku prihatin karena setiap tahun BPK menilai Pemerintah Daerah masih lemah dalam pengelolaan dan penatausahaan di dalam kegiatan belanja
barang yang diserahkan kepada masyarakat atau pihak ketiga.
"Untuk itu kami mohon penjelasan saudara Bupati sehingga kedepannya hal ini tidak terulang kemball, " pinta Yaya mewakili Fraksi PKS.
Pihaknya juga melihat ada hal yang kontradiktif antara faktor-faktor pendukung dan faktor-faktor penghambat terkait pelaksanaan pengelolaan APBD yang dilaporkan Pemkab Kuningan.
"Hal ini bisa dilihat pada point 1 faktor pendukung yang kontradiktif dengan point 1 di faktor penghambat. Satu sisi mengatakan ada perbaikan tapi disisi lain mengatakan belum optimal sistemnya, " sebut Yaya.
Demikian juga, imbuhnya, dikatakan Pemda bahwa ada peningkatan kapasitas
Sumber Daya aparatur, tapi di sisi lain dikatakan bahwa kualitas Sumber Daya
Manusia aparatur belum memadai, padahal di setiap tahunnya belanja anggaran operasional untuk pegawai merupakan belanja operasional yang memiliki nilai yang sangat tinggi mencapai nilai triliunan rupiah.
"Kami F-PKS meminta kepada Pemerintah Daerah untuk menjelaskan hal ini dengan terbuka dan terperinci, " tandasnya.
Sementara, terkait dengan Laporan Pertanggung Jawaban APBD Kabupaten Kuningan, dan tela'ah yang sudah dilakukan oleh BPK, F PKS memberikan beberapa catatan yang perlu diperhatikan, dijelaskan dan ditanggapi oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Kuningan.
" Fraksi PKS melihat tingkat kemandirian Pemerintah Kabupaten Kuningan dalam hal Pendapatan pada APBD menunjukan trend yang menurun, " sebutnya.
Berdasarkan data yang tersaji terilihat bahwa prosentasi tingkat kemandirian Daerah menurun dari 2017 sampai 2019,
"F-PKS menyesalkan mengapa rasio kemandirian daerah terus turun. Oleh karena itu F-PKS meminta penjelasan dari Pemerintah Kabupaten Kuningan terkait hal ini, " masih kata Yaya.
Kemudian, dalam hal tema pembangunan yang diimplementasikan pada Tahun 2019 yang mengacu pada RKPD 2019 yaitu, memacu produktivitas dan pemberdayaan masyarakat yang akan bermuara pada pemantapan peran daerah dalam pembangunan regional nasional, salah satunya terfokus pada penanggulangan kemiskinan dan pengangguran. Namun pada realita yang terjadi saat ini adalah, Kabupaten Kuningan masih menduduki peringkat ke-2 Kabupaten Termiskin di Jawa barat.
Selain itu F PKS juga menyayangkan adanya penurunan pencapaian target PAD yang didapat Pemkab Kuningan.
Namun dari sisi penerimaan Pajak Daerah, F-PKS mengapresiasi dengan baik capain tersebut, dan meminta Pemerintah Daerah untuk mempertahankan dan meningkatkan raihan dari Pendapatan Pajak Daerah di Tahun anggaran berikutnya.
Untuk Pendapatan Hasil Pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan,
F-PKS meminta Pemerintah Daerah agar lebih serius mengelola PDAU dan PT.LKM,, sehingga dapat memberikan kontribusi yang lebih untuk penerimaan Pemerintah Kabupaten Kuningan.
Kemudian F-PKS meminta kejelasan terkait penggunaan dana insentif daerah Tahun anggaran 2019 dan mengapa di Tahun anggaran 2018 dana tersebut tidak masuk di penerimaan Pemerintah Kabupaten Kuningan.
Dari hasil pemeriksaan atas pengelolaan dana kapitasi, F-PKS melihat pencatatan piutang atas pengajuan Klaim Dana Non kapitasi dan sejenisnya pada Dinas Kesehatan dan Puskesmas belum ditetapkan dalam kebijakan akuntansi.
Lalu, upaya penagihan klaim Dana Non Kapitasi oleh Dinas Kesehatan kepada BPJS Kesehatan belum dilakukan secara optimal. Dan pendapatan pembayaran dana Non Kapitasi dari BPJS Kesehatan belum sepenuhnya diterima dan digunakan langsung untuk pelayanan kesehatan di Puskesmas.
"F PKS juga melihat adanya beberapa masalah dalam pengelolaan pencatatan aset dalam neraca Pemda Kuningan Tahun 2019. Juga ada beberapa pengakuan dari laporan SKPD yang justru bertentangan dan menabrak Perbup yang dibuatnya sendiri, " kata Yaya.
Terakhir, F PKS menyoroti pinjaman daerah senilai Rp 15 Miliar, dan telah dicairkan oleh Bank Jabar Banten pada tanggal 29 Juli 2019, belum mempertimbangkan Kondisi keuangan daerah, yang menunjukan bahwa tidak terdapat kekurangan kas atau defisit daerah. Pinjaman Daerah dengan kondisi keuangan yang tidak menunjukan adanya posisi kekurangan kas pada rekening Kas Umum Daerah, tidak segera dilunasi oleh Pemerintah Daerah sehingga bunga menumpuk 3 bulan yaitu sebesar Rp 473,9 juta beserta biaya provisi sebesar 90. Kondisi tersebut mengakibatkan pemborosan anggaran atas pembayaran bunga Bank, provisi dan biaya notaris atas Pinjaman Daerah sebesar Rp 593,9 juta.
"Kami meminta agar pemerintah daerah bisa memiliki kinerja yang profesional dan amanah ke depannya, " tukas Yaya. (Nars)