KUNINGAN - Panitia Khusus Evaluasi Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) DPRD Kuningan, kembali menggelar rapat dengan beberapa komponen yang terkait dengan keberadaan BTNGC di wilayah Kabupaten Kuningan. Rapat pansus yang menurut informasi digelar ketiga kalinya itu dilaksanakan di Ruang Banmus DPRD Kuningan pada Rabu (17/06/2020).
Hadir dalam rapat tersebut para anggota Pansus Evaluasi TNGC yang menghadirkan juga perwakilan dari Fakultas Kehutanan Universitas Kuningan, dan beberapa penggiat Pecinta Alam.
Seperti yang ditulis dalam undangan rapat, dalam pertemuan tersebut, Pansus membahas terkait kronologis keberadaan TNGC di wilayah Kabupaten Kuningan.
"Ya kita hadir sebagai undangan perwakilan dari Forum Pecinta Alam Kuningan (FPAK). Kita tidak bicara yang lain karena dalam undangannya juga terkait Evaluasi keberadaan BTNGC, " ungkap Maman Mejik saat dimintai tanggapan oleh kuninganreligi.com terkait pertemuan tadi.
Ia menerangkan, dari rapat pihaknya melihat ada kesepahaman seluruh peserta bahwa status yang paling tepat untuk Gunung Ciremai adalah taman nasional.
"Pembahasan tadi mengarah pada kesepakatan untuk tidak merubah fungsi Taman Nasional menjadi Tamna Hutan Raya (Tahura), tetapi lebih merubah dan mengkaji ulang zonasi yang ada di kawasan Gunung Ciremai, " jelas Maman.
Selanjutnya, kata Dia, rapat juga membahas evaluasi Taman Nasional Gunung Ciremai sebagai mana konsep awal, bahwa TNGC adalah Taman Nasional Kolaborasi.
"Intinya kita membahas yang paling urgent kekurangan yang ada di tubuh TNGC selama ini yakni masalah kolaborasinya. Kolaborasi itu supaya dimaksimalkan lagi, karena selama ini kolaborasinya hanya di sektor wisata, " ungkap Maman.
Ke depan pihaknya berharap agar TNGC bisa berkolaborasi dengan masyarakat dan pemerintah daerah di luar sektor wisata juga. Yakni, dari segi zona pemanfaatan wilayahnya.
Terpisah, anggota Pansus Evaluasi TNGC, Dede Sembada, menjelaskan bahwa pertemuan memang tidak membahas dan tidak bermaksud membicarakan terkait perubahan fungsi TNGC.
"Pansus ini untuk evaluasi TNGC, yang kita dalami dulu adalah terkait kronologi sejarah lahirnya BTNGC di Kuningan, karena pada saat dibentuknya juga kan ada pro kontra di masyarakat, " jelasnya.
Makanya, kata Desem, sapaannya, pihaknya mengundang para pelaku sejarah saat dibentuknya BTNGC agar tahu selengkapnya apa permasalahan dan suasana kebathinan yang ada saat itu.
"Saat ini kita bicara dulu kronologisnya, nanti kalau semuanya sudah jelas kita akan umumkan hasil pansusnye seperti apa, " imbuhnya.
Sementara, untuk masalah Taman Hutan Raya (Tahura) yang sempat ramai diperbincangkan, Ia menyebut itu merupakan suatu yang konstitusional. Pansus saat ini, ujarnya, tidak berbicara ke arah Tahura, tapi hanya evaluasi TNGC menggali bagaimana kronologis sejarahnya dan evaluasi kinerja saat ini.
"Dulu sebelum berdirinya BTNGC ada 26 desa yang masyarakatnya tergantung hidupnya pada hutan produksi terbatas di wilayah itu. Nah saat berdirinya TNGC, masyarakat kehilangan penghidupannya di sana, karena tidak adanya zona tradisional, ini kan harus dievaluasi, " papar Desem lagi. (Nars)