![]() |
Courtesy: Youtube kuningan mass |
KUNINGAN - Bupati Kuningan menanggapi serius aksi ratusan pecinta alam yang tergabung dalam Forum Komunitas Penggiat Alam Kuningan (FKPAK) yang mengkampanyekan penolakan wacana perubahan fungsi hutan Gunung Ciremai dari Taman Nasional (TN) menjadi Taman Hutan Raya (TAHURA), Ahad (01/03/2020), di Depan Pendopo Kuningan.
Dalam aksi tersebut, para penggiat alam mencoba mengumpulkan koin di tengah kegiatan Car Free Day (CFD) dengan dalih untuk "membantu" Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pemkab Kuningan.
Menurut Koordinator FKPAK, Rizki, bahwa salah satu alasan Pemkab Kuningan ingin merubah fungsi hutan Gunung Ciremai dari TN menjadi TAHURA adalah untuk meningkatkan PAD.
Mengetahui aksi pengumpulan koin tersebut, Bupati Acep terlihat geram dan menyebut tidak perlu koin dari aksi mereka.
"Sorry ya, Saya tidak perlu koin aksi tersebut. Pengumpulan koin untuk PAD itu sangat menyinggung perasaan. Jangan gitu lah, " ketus Acep seperti yang terlihat dalam video berdurasi 5 menit 21 detik yang diupload salah satu channel youtube media online Kuningan, Ahad (01/03) siang.
Jika ada perbedaan pandangan antara keinginan pemerintah dengan para aktivis lingkungan tersebut, imbuhnya, bukan seperti itu cara penyampaiannya.
"Rencana perubahan status TN menjadi Tahura yang Kita sedang lakukan adalah Kita hanya ingin mengembalikan kedaulatan, kewenangan pada pemerintah daerah," ungkapnya.
Acep meyakinkan bahwa wacana perubahan fungsi hutan tersebut tidak akan merusak hutan Ciremai.
Dengan mengambil alih pengelolaan hutan Gunung Ciremai oleh pemerintah daerah, kata Acep, bukan berarti akan merusak. Melainkan, hanya pemanfaatan dari yang sebelumnya terbengkalai menjadi baik.
Acep juga mengaku sangat tersinggung dengan adanya patung dalam aksi FKPAK di CFD, Ahad pagi itu.
"Di situ seolah dengan merubah status TNGC menjadi TAHURA akan hadir cukong-cukong yang akan merusak hutan. Oh punten Pak, bukan itu maksud kami," ketusnya.
Ia mengaku masih memiliki kecintaan pada tanah Kabupaten Kuningan dan NKRI. Diyakinkannya lagi, tidak akan ada pengelolaan dan penguasaan tanah lahan yang berlebihan untuk suatu hal yang tidak bermanfaat ketika status TAHURA diterapkan.
"Apa bedanya sekarang, dikelola oleh satu-tiga orang, termasuk (punten) memberikan kewenangan kepada siapa pun juga untuk membangun destinasi wisata, sementara izin-izin tidak ditempuh, " kata Acep.
Dirinya menegaskan peran Pemerintah Daerah mesti dihargai. Pihaknya memiliki kewenangan untuk mengeluarkan izin, termasuk untuk mencabut perizinan.
"Kami memiliki kewenangan juga untuk mencabut dan melarang aktivitas di wilayah kami," tegasnya.
Pihaknya mempersilahkan masyarakat untuk membuat analisa untung-ruginya penerapan fungsi TN atau TAHURA di hutan Ciremai. Semuanya, kata Acep, punya versi masing-masing.
"Yang jelas, kehadiran TNGC yang dulu disetujui pemerintah daerah, sudah saatnya dievaluasi. Karena kehadiran TNGC dalam pengelolaan Gunung Ciremai ini, yang saya rasakan sekarang, kurang bermanfaat untuk kepentingan masyarakat luas dan kelestarian alam," tukas Acep. (Nars)